Seoul, 20 Maret 2018
Deputi Gubernur DKI Jakarta didampingi oleh Asisten Deputi Bidang Lingkungan Hidup bersama dengan Delegasi Jakarta (BPBD Provinsi DKI Jakarta; Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta, Lurah Duri Utara, Sekretariat Jakarta Berketahanan, dan Plan International Indonesia) menjalani kegiatan hari kedua Cross Learning Visit Program Youth in Action for Urban Resilience di Seoul, Korea Selatan.
Pada Hari Kedua ini, Delegsasi Jakarta belajar dan berbagi pengalaman dengan beberapa instansi Pemerintah Kota Seoul/Seoul Metropolitan Government (SMG) yang terbagi dalam 3 (tiga) sesi, yaitu: (i) Konsep Pengembangan Kota Seoul dengan Mengembalikan Fungsi Sungai Cheonggye (Cheonggye-cheon) di Cheonggye-cheon Museum; (ii) Inovasi Penanganan Sampah kota Seoul dengan konsep “Upcycling” di Seoul Upcycling Plaza, dan (iii) Konsep regenerasi wilayah di Magok-dong, Seoul dengan menekankan penyediaan rumah sekaligus membudayakan energi terbarukan (sustainable energy) yang dilakukan oleh Seoul Housing and Communities Corporation (Badan Usaha Milik Negara/BUMN Korea Selatan).
Sesi I (Konsep Pengembangan Kota Seoul dengan Mengembalikan Fungsi Sungai Cheonggye (Cheonggye-cheon) di Cheonggye-cheon Museum) menjelaskan tentang komitmen Pemerintah Kota Seoul/Seoul Metropolitan Government (SMG) dalam merestorasi infrastruktur utama kota ketika dibutuhkan. Adapun beberapa hal penting yang mengemuka dari sesi I ini berupa:
- Cheonggye-cheon merupakan sungai sepanjang 5,8 km yang juga menjadi sumber kehidupan utama bagi penduduk kota Seoul semenjak dahulu. Meskipun, telah menjadi sumber air, tempat bermain, tempat mencuci, dan berkegiatan penduduk Seoul, banyaknya aktivitas yang terjadi di Cheonggye-cheon mulai memperlihatkan dampak buruk bagi lingkungan.
- Pada tahun 1760, Raja Yeongjo menerapkan regulasi pertama untuk pengendalian banjir Cheonggye-cheon dengan mengerahkan 50.000 orang untuk menjaga aliran sungai.
- Setelah perang dunia ke-2 (1939-1945) dan perang korea (1950-1953), kondisi kota Seoul masih memprihatinkan dengan kondisi perekonomian yang masih belum bangkit. Cheonggye-cheon menjadi tempat utama bagi para penduduk kota untuk tinggal dan menjadi semakin padat.
- Selain memang dekat dengan lokasi berbagai pabrik di kota Seoul, kondisi yang semakin padat (hingga dihuni ± 000 orang atau 20% populasi kota Seoul saat itu) di Cheonggye-cheon membuat wilayah ini menjadi daerah kumuh dan juga menimbulkan polusi air yang semakin buruk. Hal ini direspon oleh pemerintah kota Seoul dengan mengalihfungsikan Cheonggye-cheon menjadi jalan tol layang untuk menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh dan limbah/polusi yang terjadi di Cheonggye-cheon.
- Pengalihfungsian Cheonggye-cheon menjadi jalan tol layang ini juga memicu beberapa reaksi negatif dari berbagai pemangku kepentingan yang berada di sekitar sungai. Terutama penduduk dan pabrik yang berada di sana. Untuk menanggapi hal tersebut, Pemerintah Kota Seoul memberikan kompensasi kepada masyarakat terdampak dengan menyediakan perumahan (hak milik) serta slot untuk kegiatan komersial di wilayah lain. Meskipun begitu, dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan sosial dari pengalihfungsian Cheonggye-cheon menjadi jalan tol layang ini.
- Adanya jalan tol layang ini memicu peningkatan volume kendaraan serta kepadatan di wlayah tersebut sehingga wilayah tersebut berkembang menjadi wilayah perniagaan. Hal ini turut memicu tumbuhnya masalah kemacetan di wilayah tersebut. Pada akhirnya, isu penuaan infrastruktur jalan layang tol juga turut menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi.
- Oleh karena itu, Pemerintah Kota Seoul memutuskan untuk merestorasi Cheonggye-cheon dengan merubuhkan jalan tol layang. Hal ini tentunya memicu reaksi negatif dari para pedagang di daerah tersebut. Untuk menanggapi hal ini, Pemerintah Kota Seoul membentuk tim khusus untuk diskusi dengan penduduk yang terdampak dari program restorasi Cheonggye-cheon. Diskusi dilaksanakan setiap hari Sabtu selama 2 (dua) tahun 3 (tiga) bulan mulai dari awal pengerjaan program sampai akhir.
- Proses diskusi ini merupakan pendekatan kolaboratif yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Seoul untuk menyamakan visi dari berbagai pemagku kepentingan yang ada di sekitar Cheonggye-cheon. Penyediaan slot berjualan di wilayah lain bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) dan sosialisasi serta jaminan pembelian material program restorasi di toko-toko terdampak menjadi salah satu solusi yang berhasil mengajak penduduk Seoul untuk turut mendukung program restorasi Cheonggye-cheon.
- Program restorasi Cheonggye-cheon ini dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: (i) Bagian Sejarah dan Masa Lalu Cheonggye-cheon di Masa Kerajaan, (ii) Perwujudan Visi Kota Seoul yang Dinamis, dan (iii) Perwujudan Budaya Kota Seoul dengan Mengedepankan Pendekatan Lingkungan.
- Program restorasi Cheonggye-cheon ini juga dilakukan menggunakan 80% material jalan tol layang yang dihancurkan sehingga meminimalisasi material yang terbuang.
- Program restorasi Cheonggye-cheon ini juga menjadi contoh bahwa dengan adanya komitmen pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan perkotaan dengan pendekatan kolaboratif, maka penduduk akan ikut mendukung sekaligus mengawasi pelaksanaan program tersebut.
Sesi II (Inovasi Penanganan Sampah kota Seoul dengan konsep “Upcycling” di Seoul Upcycling Plaza) diawali dengan Paparan dari Seoul Upcycling Plaza. Adapun beberapa hal penting yang mengemuka dari sesi II ini berupa:
- Seoul Upcycling Plaza mulai berdiri pada bulan September 2017 untuk menanamkan konsep “upcycling” kepada 10,58 Juta penduduk Seoul serta mengedukasi penduduk kota Seoul terkait dengan pengeloalaan sampah. Konsep “upcycling” ini sendiri merupakan konsep untuk melakukan pertambahan nilai dari sampah yang di-recycle untuk mengurangi produksi sampah sekaligus mengembangkan produk yang ramah lingkungan.
- Jumlah penduduk Seoul yang besar ini turut berdampak pada besarnya jumlah konsumsi produk Seoul. Hal ini turut berdampak pada besarnya produksi sampah kota Seoul yang mencapai 42.000 ton per hari (Sampah pakaian: 200 ton per hari; sampah makanan: 3.800 ton per hari; sampah material konstruksi: 30.000 ton per hari).
- Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Kota Seoul telah menyusun regulasi untuk memberikan denda bagi penduduk Seoul yang berlebihan dalam memproduksi sampah makanan dan sampah rumah tangga serta melarang pembuangansampah makanan secara langsung (sampah makanan perlu diproses untuk mengurangi polusi).
- Meskipun regulasi tersebut berhasil mengurangi produksi sampah penduduk kota Seoul dan menjadikan Seoul sebagai kota tertinggi kedua di dunia dalam melakukan recycle sampah dengan tingkat recycle sebesar 59% (OECD, 2013), upaya tersebut belum dirasa cukup untuk mewujudkan Seoul sebagai kota yang berkelanjutan.
- Oleh karena itu, Pemerintah Kota Seoul mendirikan Seoul Upcycling Plaza untuk mewujudkan visi Seoul 2030 untuk memiliki tingkat recycle sebesar 75% dan 1000 upcycling industry.
- Saat ini, Seoul Upcycling Plaza telah berhasil melakukan upcycling kepada 6.000 ton sampah pakaian dan rumah tangga kota Seoul di tahun 2017. Dengan 50 staf yang ada di Seoul Upcycling Plaza, Seoul mampu melakukan edukasi kepada masyarakat untuk mengurangi produksi sampah mereka. Hal ini terlihat dengan telah berhasilnya upcycling academy untuk melakukan penyuluhan kepada 120.000 penduduk kota Seoul.
- Seoul Upcycling Plaza juga menyediakan penyewaan dengan harga yang sangat murah bagi para pekerja kreatif yang mengimplementasikan konsep upcycling dalam mengolah produk mereka. Hal ini dilakukan untuk memberikan insentif sekaligus memicu berkembangnya industri upcycling ke arah yang lebih baik di kota Seoul.
- Seoul Upcycling Plaza juga mengadakan kegiatan/event untuk melakukan pelibatan masyarakat yang lebih luas dengan mengadakan Seoul Upcycle Design Week yang bertujuan untuk melakukan penyuluhan kepada penduduk kota Seoul terkait pengelolaan sampah yang baik.
Sesi III (Konsep regenerasi wilayah di Magok-dong, Seoul dengan menekankan penyediaan rumah sekaligus membudayakan energi terbarukan/sustainable energy) yang dilakukan oleh Seoul Housing and Communities Corporation. Adapun beberapa hal penting yang mengemuka dari sesi III ini berupa:
- Seoul Housing and Communities Corporation merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Korea Selatan yang didanai oleh dana Pemerintah Pusat Korea Selatan dan bertugas untuk menyelesaikan semua permasalahan perumahan yang ada di Seoul sekaligus melakukan Peremajaan Kota (urban regeneration) di berbagai wilayah kota Seoul untuk menjamin pengembangan kota Seoul ke arah yang lebih baik.
- Selama ini, proses pengerjaan proyek urban regeneration kota Seoul dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan pengambilalihan lahan dan pengalihfungsian lahan. Dalam pengambilalihan lahan, Seoul Housing and Communities Corporation dapat menggunakan lahan yang telah dimiliki oleh pihak Swasta untuk kemudian dikembangkan dengan konsep urban regeneration yang telah disusun. Sedangkan, konsep pengalihfungsian lahan merupakan pendekatan untuk melakukan konsolidasi lahan (milik pemerintah dan swasta) untuk proyek urban regeneration di kota Seoul.
- Proyek urban regeneration terbaru dari Seoul Housing and Communities Corporation adalah “Magok (Magok-dong) Urban Regeneration Project” yang berdiri di lahan seluas 18,4 km2 dan berusaha menciptakan keterhubungan antara perumahan (174.000 unit rumah akan dibangun), kawasan industri, dan usaha logistik di wilayah Magok-dong, Seoul.
- Seoul Housing and Communities Corporation berusaha menyediakan perumahan yang lebih terjangkau oleh penduduk Seoul. Harga unit rumah yang dibangun oleh Seoul Housing and Communities Corporation bisa sampai 80% (20-70% lebih murah apabila sewa) lebih murah dari harga rumah lainnya di Seoul.
- Seoul Housing and Communities Corporation juga turut berusaha untuk memberikan kualitas perumahan yang lebih baik dengan berupaya membudayakan energi berkelanjutan (renewable energy) di setiap kawasan urban regeneration.