BeritaJakarta BerketahananKliping

Mencari Solusi Penataan Bantaran Sungai di Ibu Kota

Penataan bantaran sungai di DKI Jakarta masih jadi bahan perdebatan. Penertiban permukiman di bantaran sungai yang diikuti relokasi warga ke rusunawa sudah dilakukan. Usulan lain, menata permukiman di bantaran sungai. Keduanya butuh kajian mendalam supaya menjadi solusi yang tepat untuk penataan bantaran sungai di Ibu Kota.

Penertiban rumah di bantaran sungai bukan hal baru di DKI Jakarta. Litbang Kompas mencatat, upaya ini sudah dilakukan oleh Gubernur Soemarno tahun 1966. Kegiatan yang berlanjut ke gubernur selanjutnya itu punya tujuan sama, yakni untuk mengendalikan banjir di Jakarta. Di era Gubernur Soemarno, penertiban itu antara lain terjadi pada awal Oktober 1966. Saat itu, Pemda DKI membongkar bangunan liar di pinggir Kali Angke. Bangunan itu umumnya jadi tempat berdagang dan sudah 15 tahun ditempati. Pembongkaran ini disebut terkait proyek Komando Proyek Pengendalian Banjir Jakarta.

Di era Gubernur Ali Sadikin (1966-1977), penertiban dilakukan terhadap ribuan bangunan liar di sekitar Kanal Banjir Barat, Krukut, Cideng, dan Kwitang. Saat itu, warga yang jadi sasaran penertiban mendapat tempat penampungan, uang ganti rugi, dan uang pesangon. Penertiban permukiman di bantaran sungai untuk pengendalian banjir terus berlanjut pada pemerintahan Gubernur Wiyogo Atmodarminto, Soeryadi Sudirja, Sutiyoso, Fauzi Bowo, dan Joko Widodo. Kompensasi diberikan kepada warga yang ditertibkan.

Ketika Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur DKI Jakarta, penertiban dilakukan di bantaran Sungai Ciliwung, Mampang, Mookervart, Sekretaris, Apuran, Kanal Barat, dan Krukut. Di zaman Gubernur Djarot Syaiful Hidayat, penertiban bantaran sungai menjadi bagian dari program Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, yaitu Lima Tertib, yang salah satunya adalah Tertib Hunian. Tidak boleh ada hunian liar yang dibangun di lahan yang tidak seharusnya, seperti kolong tol dan bantaran kali.

Penertiban yang relatif damai tercatat terjadi di Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, 11 Juli 2017. Saat itu, sebagian bangunan bahkan dibongkar sendiri oleh warga. Mayoritas warga lalu pindah ke Rusunawa Rawa Bebek.

Penertiban bangunan di bantaran sungai menuai dukungan dan tentangan berbagai pihak. Mereka yang mendukung antara lain berpendapat, kebijakan ini membuat warga mendapat tempat tinggal baru, yaitu di rusunawa, yang lebih layak dan terhindar dari risiko banjir. Pemerintah juga bisa lebih leluasa menata kembali bantaran sungai. Sungai bisa kembali dilebarkan hingga risiko banjir dapat dikurangi.

Pindah ke rusun

Sebenarnya, Pemprov DKI Jakarta telah mempunyai solusi bagi warga yang rumahnya di bantaran sungai ditertibkan. Mereka direlokasi ke rusunawa yang telah disediakan. Namun, melakukan relokasi ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Masyarakat yang awalnya tinggal di landed house butuh adaptasi untuk tinggal di bangunan vertikal, seperti rusunawa.

Pindah ke rusunawa juga berpotensi memutus ikatan komunitas mereka dengan tetangganya yang sudah puluhan tahun tinggal bersama. Belum pasti tetangga sebelah rumah mereka di rusun akan sama saat mereka tinggal di pinggir sungai. Menurut Syaom Barliana, Arsitek UPI Bandung, warga miskin memiliki orientasi ikatan komunitas yang lebih besar dibandingkan kelas menengah.

Rusunawa yang letaknya jauh dari tempat tinggal semula di bantaran sungai juga dapat berdampak pada kehidupan ekonomi warga. Seperti kisah Sri Ningsih (52), warga Pasar Ikan yang pindah ke Rusunawa Rawa Bebek, Jakarta Timur. Saat masih tinggal di Pasar Ikan, ia punya cukup penghasilan dari menyewakan beberapa petak rumah kontrakan. Namun, sejak direlokasi, sumber penghasilannya ikut hilang karena digusur (Kompas, 07/08/2016).

Sekarang, Ningsih berdagang air galon dan tabung gas, serta melayani jasa belanja bahan makanan di pasar. Namun, penghasilan dari usahanya itu tak pernah lebih dari Rp 30.000 per hari, hingga hanya cukup untuk membayar sewa unit rusun Rp 300.000 per bulan dan makan sehari-hari keluarga.

Dampak selanjutnya dari menurunnya perekonomian adalah tunggakan sewa rusun. Catatan Kompas, sampai Oktober 2016, sebanyak 6.515 penghuni atau 46 persen dari total 13.896 penghuni rusun pemerintah menunggak pembayaran sewa lebih dari tiga bulan. Selain karena menurunnya penghasilan, hal itu juga karena ketidakdisiplinan penghuni. Terkait tunggakan ini, Pemprov DKI mendapat dukungan dari Baziz DKI Jakarta untuk menanggung tunggakan sewa penghuni, terutama yang tidak punya kemampuan bekerja.

Pemerintah juga berupaya melakukan pemberdayaan ekonomi warga di beberapa rusun, seperti di Rusunawa Marunda di Jakarta Utara dan Pulogebang di Jakarta Timur. Namun, membangun rusunawa juga tidak mudah. Pertama, harus didapat lahan, khususnya di tengah kota. Setelah itu, pemerintah masih bergantung pada pihak swasta untuk membangun rusunawa.

Peremajaan kawasan

Peremajaan kawasan jadi solusi lain bagi warga yang tinggal di bantaran sungai. Upaya itu bisa dilakukan antara lain lewat program perbaikan kampung, seperti Program MH Thamrin, Program Kampung Deret dengan konsolidasi lahan atau rumah menghadap sungai (waterfront).

Lewat program itu, tiap keluarga akan tempat tinggal di lokasi yang sama meski luas lahannya berubah dan lokasi rumahnya bergeser. Jika sungai berada di hadapan rumah mereka, masyarakat diyakini akan menjaga sungai supaya selalu bersih dan asri. Namun, upaya penataan kembali kawasan yang disebut juga dengan peremajaan kota (urban renewal) di Jakarta mempunyai tantangan tersendiri.

Peremajaan kota dalam laman Commonwealth of Massachusetts merupakan upaya pembangunan kembali lahan perkotaan dengan kepadatan sedang hingga tinggi. Kegiatan ini dimulai pada abad ke-19 di negara maju, seperti Amerika Serikat. Upaya regenerasi perkotaan itu mencakup relokasi bisnis, pembongkaran struktur bangunan, relokasi penduduk, dan penggunaan instrumen hukum untuk mengambil alih properti perorangan.

Program MH Thamrin menjadi contoh upaya peremajaan kota yang dilakukan di Jakarta. Program ini dimulai pada 1969 dan berakhir sekitar tahun 2000-an. Hasilnya terjadi perubahan wajah kampung yang semula kumuh dan tidak mempunyai sarana prasarana dasar menjadi kampung yang tertata, bersih, dan mendapat akses air bersih dan sanitasi yang baik. Dampak lanjutannya, terjadi peningkatan sosial ekonomi.

Namun, masalah mulai muncul saat warga sulit mengorbankan lahan miliknya. Alhasil, akses jalan lingkungan terpaksa berliku-liku mengikuti lahan yang sudah ada. Di saat yang sama, kaum urban dari luar Jakarta terus berdatangan. Kualitas sarana dan prasarana, seperti MCK serta jalan, juga terus menurun.

Akhirnya, program perbaikan kampung itu dihentikan. Pemda Jakarta lalu memilih membangun rumah susun karena keterbatasan lahan di Jakarta. Sejak itu, sejumlah rusunawa, seperti Tambora, Benhil, dan Pulo Gadung, didirikan pemerintah.

Konsep lain

Revitalisasi kawasan dilakukan kembali oleh Pemprov DKI Jakarta pada 2013 melalui Program Kampung Deret, yang mengadopsi konsep konsolidasi lahan. Lahan permukiman yang ada dibagi merata kepada seluruh keluarga penghuni kawasan sasaran peremajaan. Lahan dikonversi ke atas/vertikal untuk peningkatan kualitas sarana dan prasarana kawasan permukiman.

Tercatat, sudah ada 74 kawasan kampung deret di Jakarta, seperti Kampung Deret Petogogan di Jakarta Selatan, Tanah Tinggi di Jakarta Pusat, Tambora di Jakarta Barat, dan Tanjung Priok di Jakarta Utara.

Namun, sejak 2014, program ini berhenti dengan alasan ketersediaan lahan. Selain itu, juga ada kendala sosial dari warga. Harus terjadi kesepakatan bersama di antara warga untuk mau membagi lahan miliknya, merobohkan hunian lama, serta pindah sementara ke tempat lain, sementara kampung deret terbangun.

Konsep waterfront juga jadi solusi lain. Konsep ini berhasil diterapkan di Surabaya. Namun, banyak hal yang mesti dipertimbangkan jika konsep ini dilakukan di Jakarta, seperti terbatasnya lahan di bantaran sungai.

Akhirnya, penertiban permukiman atau penataan kembali kawasan di Jakarta memang tidak mudah. Setiap solusi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemerintah DKI harus mengkaji lebih dalam supaya ada solusi yang lebih bijaksana dan komprehensif. (Litbang Kompas)

Berita ini termuat dalam sumber : https://kompas.id/baca/utama/2019/07/29/114186355/

Show More

Related Articles

WP Facebook Auto Publish Powered By : XYZScripts.com