TEMPO.CO, Jakarta – Menjelang peresmian MRT Jakarta oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Ahad, 24 Maret 2019, DPRD DKI memberikan lampu hijau atas usul tarif MRT Rp 10.000 per 10 kilometer.
Dalam rapat Kamis malam lalu, Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Provinsi DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi mengatakan komisinya menyetujui tarif yang diusulkan pemerintah Jakarta, yaitu rata-rata Rp 10 ribu per 10 kilometer perjalanan.
Pemerintah DKI mengusulkan tarif tiket MRT disesuaikan dengan jarak tempuh. Pelaksana tugas Kepala Biro Perekonomian, M. Abas, mengatakan penumpang harus membayar tiket MRT Rp 3.000 untuk satu kali masuk.
Angkanya akan naik Rp 1.000 setiap kereta melewati satu stasiun. Bila penumpang menempuh perjalanan dari Stasiun MRT Lebak Bulus hingga Bundaran HI, maka tarifnya menjadi Rp 15.000.
Sejumlah anak bersama orangtuanya mencoba MRT di Stasiun Bundaran Hotel Senayan, Jakarta, Ahad,17 Maret 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Tarif MRT itu dianggap masih terlalu mahal bagi warga DKI. Sejumlah anggota Dewan juga sempat menyampaikan keberatan atas tarif MRT yang diusulkan pemerintah Jakarta.
Pada rapat sebelumnya, Suhaimi sempat mengatakan tarif MRT sebesar Rp 10 ribu per 10 kilometer masih membebani masyarakat. “Harga karcis seharusnya masih bisa ditekan,” kata dia dalam rapat bersama pemerintah DKI, Selasa lalu.
Namun pemerintah DKI bertahan pada usulannya. Alasannya, dengan tarif MRT rata-rata Rp 10 ribu per 10 kilometer saja, pemerintah DKI harus memberikan subsidi sebesar Rp 21.659.
Dengan asumsi jumlah penumpang sebanyak 65 ribu hingga akhir tahun ini, tarif keekonomian per penumpang kereta Ratangga itu adalah Rp 31.659. Untuk pengoperasian angkutan berbasis rel itu pada tahun 2019 diperlukan subsidi sebesar Rp 572 miliar.
Dalam pembahasan terakhir kemarin, Komisi B DPRD menyarankan subsidi tarif MRT ditambahkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Alasannya, agar warga dengan kartu tanda penduduk DKI Jakarta bisa menggunakan MRT secara gratis sepanjang 2019.
Gaya Penyanyi Andien Naik MRT/Instagram-Andien Aisyah
Menurut Suhaimi, Komisi B akan meneruskan rekomendasinya kepada pimpinan DPRD agar tarif MRT segera disetujui dalam rapat pimpinan gabungan. Di samping menyetujui tarif MRT, Komisi B menyetujui tarif tiket kereta ringan alias light rapid transit (LRT) sebesar Rp 6.000 setiap kali perjalanan.
Saran agar pemerintah DKI menggratiskan MRT khusus bagi warga Jakarta ditolak mentah-mentah oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Menurut Anies, bila subsidi yang dikucurkan DKI bisa mengurangi kemacetan maka akan memberikan penghematan perekonomian yang sangat besar. Sehingga tidak relevan lagi yang naik warga DKI atau bukan.
“Karena kemacetan di wilayah DKI, ongkosnya ditanggung oleh masyarakat di DKI,” ujar Anies di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Rabu 20 Maret 2019.
Anies mencontohkan bus Transjakarta yang tiketnya juga disubsidi oleh pemerintah DKI. Penumpang bus itu disebutkannya banyak warga Bekasi, Depok, dan Tangerang.
Pemberian subsidi, menurut Anies, sudah menjadi satu kesatuan antara warga DKI dan non-DKI. “Jadi, saya beri catatan ya, siapapun yang naik (MRT) ini orang Indonesia, dia adalah warga negara Indonesia,” kata Anies.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar menyatakan meski diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Ahad besok, kereta Ratangga baru akan beroperasi secara komersial pada 1 April mendatang. Sehingga masalah tarif MRT yang belum diketok DPRD DKI juga tak akan menjadi kendala. “Selama satu pekan kami berikan gratis untuk penumpang MRT dari 25-31 Maret 2019,” kata William kepada wartawan di kantornya, Jumat siang.
Artikel ini telah dipublikasikan di https://fokus.tempo.co/read/1188196/tarif-mrt-jakarta-antara-membebani-masyarakat-atau-apbd-dki
Oleh: Julnis Firmansyah & Lani Diana, Tempo