Jakarta, CNBC Indonesia – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta telah meresmikan tarif rata-rata Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta sebesar Rp 8.500 dan LRT sebesar Rp 5.000, Senin (25/3/2019). Tarif ini akan mulai berlaku pada 1 April 2019 mendatang.
Perlu diketahui, tarif resmi yang ditetapkan kemarin itu lebih rendah dari tarif usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yakni Rp 10.000 untuk MRT dan Rp 6.000 untuk LRT. Menanggapi hal tersebut Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengaku akan melaporkan hasil rapat pada Gubernur DKI Jakarta, kemudian meminta PT MRT untuk menyusun tabel skema tarif MRT dan LRT yang baru.”Kemarin kita sudah buat tabel, untuk yang tarif rata-rata Rp 10.000, hari ini (Senin) kita mau lapor dulu ke Pak Gubernur, dan nanti akan dieksekusi oleh teman-teman MRT untuk dibuat tabelnya,” ujarnya usai rapat dengan DPRD DKI Jakarta. Saefullah menjelaskan tarif resmi yang berada di bawah tarif usulan ini menimbulkan banyak perbedaan angka.
Misalnya saja untuk tarif pertama kali masuk stasiun dan tap in, serta tarif per kilometer. Pada tabel atau skema tarif usulan, penumpang MRT akan membayar Rp 3.000 untuk pertama kali masuk stasiun atau tap in. Kemudian biaya yang harus dibayarkan akan bertambah Rp 1.000 per kilometer, yang akan dibayarkan saat penumpang keluar stasiun atau tap out.
Foto: Rapat Tarif MRT (CNBC Indonesia/Iswari Anggit)
|
“Tadi sudah kita tawarkan ya ada opsi diskon, dan sebagaimya, tapi mereka [DPRD DKI Jakarta] rupanya ingin perhitungannya lebih konkret, jadi Rp 8.500 rata-rata [untuk MRT]. Hari ini akan kita buat tabelnya, oleh PT MRT.”
Tak hanya itu, tarif resmi yang berada di bawah tarif usulan juga berdampak pada perhitungan subsidi. Pada tarif usulan, subsidi per penumpang untuk MRT sekitar Rp 21.000 sedangkan untuk LRT sekitar Rp 35.000, sehingga alokasi subsidi menjadi sebesar Rp 672 miliar dan Rp 327 miliar. Dengan tarif resmi yang berbeda, maka perhitungan subsidi akan berbeda pula.
“Kita sudah siapkan PSO (public service obligation) untuk dua moda kita, MRT dan LRT yang sudah kita alokasikan untuk 1 tahun. Kalau dia akan beroprasi, terhitung 1 April nanti, ada efisiensi di Januari, Februari, dan Maret,” kata Saefullah.
“Nanti akan kita hitung kembali. Kita minta PT MRT dan Jakpro untuk menghitung angka ini yang betul-betul valid, subsidinya pun nanti, PSO-nya akan dibatasi sesuai kebutuhan,” tambahnya.
Ditemui di kesempatan dan lokasi yang sama, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan tarif yang lebih murah akan semakin menarik minat masyarakat menggunakan MRT dan LRT ketimbang kendaraan pribadi. Apalagi nantinya kedua moda transportasi ini akan diintegrasikan dengan moda transportasi lain seperti TransJakarta, bahkan ojek dan taksi online.
“Iya, dari Lebak Bulus ke HI Rp 8.500 tapi per halte [stasiun] nanti berubah lagi, kan harga per kilometernya masih dihitung. Kemarin kan kita Rp 1.000 per kilometer, [sekarang] mungkin lebih murah lagi,” ujarnya usai memimpin rapat penetapan tarif MRT – LRT.
Ia melanjutkan; “Kita ingin menekan pengguna mobil lari ke MRT. Tapi juga dijaga itu MRT-nya.”
Artikel ini telah dipublikasikan di https://www.cnbcindonesia.com/news/20190326072612-4-62860/fakta-di-balik-tarif-rata-rata-mrt-jakarta-rp-8500
Oleh: Iswari Anggit, CNBC Indonesia