Jakarta – Megah dan kokohnya gedung-gedung di ibu kota DKI Jakarta mampu mengalihkan semua perhatian orang yang melihatnya. Apalagi kilau sinar lampu pada malam hari di ibu kota begitu indah dan sayang untuk tidak diabadikan.
DKI Jakarta juga dinobatkan sebagai kota metropolitan dan sebagai pusat bisnis di terdepan di Indonesia. Tidak jarang, banyak masyarakat Indonesia yang mengadu nasib di ibu kota.
Kota yang kerap dibilang segala sesuatu bisa menjadi keuntungan pun memang benar adanya. Salah satu contohnya adalah mengenai fasilitas toilet umum, sering terlihat fasilitas itu terdapat seorang penjaga yang meminta uang dengan dalil modal kebersihan fasilitas.
Bahkan, untuk menikmati air bersih harus membelinya. Sungguh ironis bukan? di tengah perputaran ekonomi yang begitu pesat di ibu kota, namun sebagian warganya masih kesulitan air bersih.
Asal tahu saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata tumbuh di level 5%, kontribusi terbesar dari Pulau Jawa yakni 59,11% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Besarnya kontribusi Pulau Jawa tentu tidak terlepas dari peranan DKI Jakarta sebagai pusat binsis.
Sebagian warga khususnya di pinggiran Jakarta mau tidak mau harus membeli air bersih karena lokasi tempat tinggalnya tidak terfasilitasi infrastruktur air bersih. Bahkan, penggunaan mesin pompa listrik alias jet pump-pun untuk daerah pinggiran sering tidak berguna karena kualitas airnya.
Beberapa waktu lalu, detikFinance menyambangi wilayah Muara Baru Kampung Kembang Lestari, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Wilayah yang berbatasan dengan Pulau Seribu ini, merupakan wilayah padat penduduk. Bahkan terlihat jelas hampir seluruh rumah warga membeli air bersih. Pasalnya terlihat jelas di depan rumah warga selalu ada tumpukan dirigen air.
Pengakuan beberapa warga setempat, seperti Yanti nama yang disamarkan menyebut bahwa dirinya tinggal di Muara Baru sudah 12 tahun dan dari awal tinggal sudah membeli air bersih untuk keperluan sehari-hari.
Dia mengaku, rumah yang ditempatinya tidak memiliki sumber air tanah dengan kualitas baik. Yanti dan tetangganya pun harus rela membeli air dengan harga sekitar Rp 4.000 per pikul. Satu pikul tergdapat dua dirigen.
“Saya sudah 12 tahun tinggal di sini, dari dulu memang sudah beli air,” pengakuannya kepada detikFinance, Jakarta, Kamis (8/8/2019)
Sementara itu Tono nama yang disamarkan. Merupakan salah satu warga Muara Baru yang menggantungkan hidupnya sebagai tukang air dorong. Bahkan ada juga tukang penampung air begitu warga menyebutnya yang menjadi sumber air bersih bagi warga sekitar.
Sehingga, rantai bisnis air bersih ini pun seperti sudah terbentuk di wilayah tersebut. Karena, ada konsumen, penjual, dan pemilik besar.
Ujung-ujungnya memang harus ada campur tangan pemerintah, terutama untuk infrastruktur air bersih yang langsung tersambung ke rumah warga khususnya di daerah sulit air bersih. Meski membutuhkan investasi yang tidak sedikit, setidaknya pemerintah harus cepat turun tangan mengatasi hal tersebut.
Lalu bagaimana sikap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, PD PAM Jaya menanggapi fenomena tersebut? simak diberita selanjutnya.
Artikel tercantum dalam https://finance.detik.com/infrastruktur/d-4661004/warga-miskin-jakarta-sulit-nikmati-air-bersih?_ga=2.139019059.1401469240.1565578433-813481470.1544505110