BEKASI, KOMPAS.com — Mendengar nama Bantargebang pasti pikiran kita langsung tertuju pada tempat pembuangan sampah. Bantargebang, Bekasi, memang terkenal karena adanya tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) di lokasi tersebut. Secara administratif, wilayah TPST Bantargebang terletak di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Secara khusus, TPST Bantargebang terdapat di tiga kelurahan, yakni Kelurahan Ciketing Udik, Sumur Batu, dan Cikiwul, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. Meskipun terletak di Kota Bekasi, status tanah dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebelumnya, TPST Bantargebang dikelola oleh PT Godang Tua Jaya (GTJ), tetapi sejak September 2016 dikelola oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Jumat (6/9/2019), Leonardo DiCaprio, aktor sekaligus aktivis lingkungan hidup mengunggah foto kondisi di TPST Bantargebang di akun instagramnya @leonardodicaprio.
Berikut fakta-fakta yang dirangkum Kompas.com tentang Bantargebang:
1. Sejarah singkat Bantargebang
Sebelum namanya menjadi TPST, dahulu Bantargebang disebut sebagai TPA (tempat pembuangan akhir). Dilansir dari buku berjudul Konflik Sampah Kota yang ditulis oleh Ali Anwar, awal mula Bantargebang karena pesatnya pertumbuhan penduduk dan perdagangan di Jakarta yang membuat volume sampah di Ibu Kota juga meningkat. Dari awal sampai pertengahan tahun 1980-an, volume sampah di Jakarta sudah mencapai 12.000 meter kubik per hari. Pemprov DKI Jakarta saat itu memutar otak dan menganggap perlu memiliki lokasi pembuangan akhir.
Pada mulanya, Pemprov DKI memilih lokasi pembuangan akhir di Ujung Menteng, Jakarta Timur. Namun, tampaknya tidak strategis karena sudah dipadati perumahan dan industri. Pilihan kemudian jatuh ke wilayah di luar Jakarta, yakni wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Setelah melalui berbagai pertimbangan, DKI memilih Kota Bekasi yang saat itu masih menjadi bagian Kabupaten Bekasi. Ada dua wilayah yang menjadi lokasi pilihan untuk TPA, yakni kawasan Medan Satria dan Bantargebang.
2. Beroperasi tahun 1986
Pada 30 Januari 1985, Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek dan Pemprov Jabar secara resmi mengajukan surat ke Bupati Bekasi Suko Martono terkait rencana DKI untuk membebaskan lahan di dua tempat tersebut.
Surat ini langsung direspons Bupati. Setelah melakukan kajian, akhirnya dipilih Bantargebang sebagai lokasi pembuangan sampah. Dengan alasan di sana terdapat kolam-kolam raksasa berukuran ratusan hektar bekas pengerukan tanah. Setelah melakukan berbagai pembahasan, akhirnya Yogie SM selaku Gubernur Jabar saat itu menyetujui izin lokasi pembebasan tanah dengan 15 syarat pada 26 Januari 1986. Sejak itulah TPA kini TPST Bantargebang resmi beroperasi hingga kini.
3. Terbesar di Indonesia
TPST Bantargebang menjadi TPST terbesar yang ada di Indonesia dengan luas total 110,3 hektar. Luasnya jauh lebih besar dari TPST di kota lain, misalnya TPST Piyungan di Yogyakarta, TPST Mulyo Agung Bersatu di Malang, dan TPST Seminyak di Bali.
4. Volume sampah hingga 7.000 ton
Setiap hari, jumlah volume sampah yang masuk ke TPST Bantargebang 6.500-7.000 ton dari Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, sampah itu dipilah. Ada yang akan diproduksi menjadi kompos, ada juga yang akan dipadatkan hingga menjadi bukit sampah. Untuk menjadi kompos, sampah-sampah akan melalui sejumlah proses panjang hingga akhirnya siap didistribusikan
5. Ribuan pemulung menggantungkan hidup
Luasnya area TPST berdampak pada banyaknya jumlah pemulung yang mengais rezeki di sana. Lebih dari 7.000 pemulung menggantungkan hidup dari tumpukan sampah di TPST Bantargebang. Mereka berebut memilah sampah saat truk-truk sampah datang dan menumpahkan muatan. Meskipun keberadaan mereka di lokasi tersebut tidak tercatat sebagai pegawai, sebagai bentuk tanggung jawab, Pemprov DKI Jakarta memberikan jaminan kesehatan BPJS kepada mereka.
6. Diperkirakan hanya sampai 2021
Kondisi TPST Bantargebang kian kritis, terlihat dari tumpukan sampah yang seperti piramida. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang saat itu dijabat oleh Isnawa Adji menjelaskan kondisi TPST Bantargebang dalam rapat pimpinan pada 19 Oktober 2018. Tayangan rapim itu kemudian diunggah ke akun Youtube milik Pemprov DKI Jakarta pada Rabu (24/10/2018).
Isnawa mengatakan, volume sampah yang bermuara di TPST Bantargebang sudah mencapai 39 juta ton. Ketinggian sampah mencapai 40 meter. “Namun, kapasitas maksimum di TPST Bantargebang ini adalah 49 juta ton, hanya tersisa 10 juta ton di sana,” ujar Isnawa dalam rapat tersebut. Dengan besar volume sampah sebesar 7.000 ton yang masuk setiap hari, umur TPST Bantargebang sudah bisa diprediksi. Masa hidup tempat pembuangan sampah itu hanya tinggal 3 tahun lagi. “Seharusnya pada 2021, TPST Bantargebang tidak digunakan lagi,” kata Isnawa.
7. Rencana sarana dan prasarana sampah
Dengan kondisi yang kian kritis, Pemprov DKI Jakarta berencana membangun sarana dan prasarana canggih di tempat tersebut.
A. Landfill mining
Landfill mining atau penambangan sampah bertujuan untuk mengurangi sampah yang sudah tertimbun pada zona landfill. Landfill mining dapat mereduksi sampah yang sudah ditimbun yang dapat meningkatkan kapasitas penimbunan sampah di zona, memulihkan atau recovery material agar dapat dimanfaatkan kembali, hingga memperoleh lahan baru. Selain itu, sampah yang telah dikeruk berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan bakar alternatif.
Sampah eksisting di TPST Bantargebang ini berpotensi diolah menjadi sumber energi baru pengganti batu bara atau akan diolah menjadi refuse derived fuel (RDF). Karena landfill mining belum pernah dilakukan di Indonesia, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bakal didampingi Dirjen Cipta Karya, BPPT, dan Teknik Lingkungan ITB dalam pelaksanaan nanti.
B. Pembangunan IPAS 4
TPST Bantargebang telah memiliki tiga fasilitas Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) yang belum maksimal mengolah air lindi yang ditimbulkan dari sampah yang dikelola di TPST Bantargebang. Selain itu, luas TPST Bantargebang yang mencapai 110,3 hektar menyebabkan sulitnya proses penyaluran air lindi ke fasilitas IPAS. Untuk meningkatkan performa pengolahan air lindi, direncanakan dilakukan pembangunan fasilitas IPAS 4. Perencanaan pembangunan IPAS 4 telah dilakukan bekerja sama dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Lokasi IPAS 4 direncanakan dibangun di zona IV setelah dilakukan landfill mining pada zona tersebut.
C. Gedung Pusat Riset dan Edukasi Sampah Nasional
Sejak pengelolaan TPST Bantargebang dilakukan secara swakelola oleh Dinas Lingkungan Hidup, hampir setiap hari TPST menerima tamu, dari siswa TK sampai perguruan tinggi. Dinas LH DKI Jakarta akan menjadikan TPST Bantargebang sebagai pusat studi sampah nasional.
Pembangunan pusat studi ini akan dilakukan dengan melakukan rehabilitasi dan renovasi total gedung operasional TPST Bantargebang. Di gedung ini, nanti dibangun beberapa fasilitas penunjang, seperti laboratorium, ruang auditorium, dan berbagai fasilitas lain sehingga dapat nyaman digunakan untuk observasi dan penelitian kegiatan pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.
D. Cover landfill dan merapikan zona
Cover landfill adalah penutupan timbunan sampah untuk mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan dengan menggunakan media tanah atau geomembran. Cover landfill ini rutin dilakukan untuk meminimalkan lepasnya polutan ke lingkungan. Proses ini dapat membantu mengurangi timbulnya air lindi, mengurangi pelepasan bau dan metan, serta menghindari masuknya vektor penyakit. Cover landfill merupakan proses yang cukup kompleks karena zona yang akan dijangkau harus dirapikan dan dibentuk kemiringannya agar aman pada saat alat berat akan mengirimkan tanah.
E. PLTSa BBPT
BPPT bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan MoU antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan BPPT pada 20 Desember 2017. PLTSa dibangun dengan kapasitas 50-100 ton sampah per hari yang direncanakan menghasilkan listrik sebesar 400 kWh. PLTSa ini akan mengolah sampah yang dihasilkan langsung oleh masyarakat DKI Jakarta (fresh waste). Saat ini, pembangunan yang telah dilaksanakan sejak Maret 2018 sudah mencapai 90 persen.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Disorot Leonardo DiCaprio, Ini 7 Fakta TPST Bantargebang yang Kian Kritis”, https://megapolitan.kompas.com/read/2019/09/07/10432001/disorot-leonardo-dicaprio-ini-7-fakta-tpst-bantargebang-yang-kian-kritis?page=7.
Penulis : Ryana Aryadita Umasugi
Editor : Sandro Gatra