Perkembangan dunia modern membawa keuntungan ekonomi digital pada manusia dalam beberapa dekade terakhir ini. Namun, belum banyak yang mengungkap dampak buruk jejak karbon ekonomi digital.
Contohnya, ponsel pintar kita sangat tergantung dari bahan baku yang semakin langka, sistem penyimpanan digital, pusat data, kecerdasan buatan, dan uang elektronik, semuanya menghabiskan banyak energi listrik yang berasal dari pembakaran batubara.
Ini tidak banyak diketahui oleh kebanyakan orang, namun harus dipahami apabila ingin mencapai potensi ekonomi digital yang maksimal.
Perkembangan digital ekonomi dan pertumbuhan ekonomi hijau tidak bisa berjalan bersamaan tanpa ada aksi dengan sistem menyeluruh. Ini justru meningkatkan emisi gas rumah kaca, memperburuk krisis iklim dan mengancam kemanusiaan.
Belum ada definisi universal dari ekonomi digital, namun secara umum kita bisa memahami kegiatan tersebut sebagai aktivitas ekonomi yang menghasilkan uang dari koneksi daring antar individu, bisnis, gawai, data dan proses, mulai dari online banking, memesan taksi, hingga media sosial.
Kita sering memahami ekonomi digital sebagai pengetahuan ekonomi, masyarakat informasi, atau ekonomi internet.
Bentuk ini sangat bergantung pada data dan sudah banyak memberikan manfaat terhadap masyarakat, contohnya seperti diagnosis medis.
Batubara masih sumber utama internet
Teknologi modern – dari tablet, ponsel pintar, televisi, hingga mobil listrik – sangat tergantung kepada material langka dari Bumi.
Cina merupakan produsen terbesar bahan langka ini di dunia dan mampu memenuhi hampir 70% kebutuhan global per tahunnya.
Namun, proses produksi skala untuk ekstraksi logam di Cina menimbulkan masalah lain, yaitu pencemaran air, udara dan tanah dengan logam berat dan material radioaktif.
Sebuah riset tentang penilaian siklus hidup (life-cycle assessment) dari logam langka tersebut menunjukkan bahwa proses ekstraksi jauh dari ramah lingkungan, memakan banyak energi, dan melepaskan emisi radioaktif.
Jasa penyimpanan daring (dan dunia digital) sangat bergantung kepada batubara karena lalu lintas digital membutuhkan infrastruktur fisik yang terdistribusi luas dan mengkonsumsi listrik.
Batubara merupakan sumber utama listrik dunia sekaligus kontributor utama krisis iklim. Cina dan Amerika Serikat merupakan penghasil utama batubara di dunia.
Boros energi
Pusat-pusat data dunia yang merupakan gudang informasi menghabiskan sekitar 3% dari suplai listrik dunia.
Sebagai perbandingan, konsumsi tersebut lebih besar dari kebutuhan listrik Inggris dan menghasilkan 2% dari emisi gas rumah kaca global, kurang lebih sama dengan emisi penerbangan global.
Laporan Greeenpeace Asia Timur dan North China Electric Power University menjelaskan bahwa pusat data di Cina memproduksi 99 juta ton CO2 di tahun 2018, atau setara dengan jumlah emisi 21 juta mobil yang dikemudikan selama 1 tahun.
Selain emisi gas rumah kaca, kita juga patut khawatir terhadap limbah elektronik. Limbah ini merupakan sisa atau produk samping dari aktivitas pusat data, yang mencakup 2% limbah kering dan 70% limbah beracun di Amerika Serikat.
Secara global, dunia memproduksi kurang lebih 50 juta ton limbah elektronik per tahun, bernilai US$62.5 milliar. Jumlah ini lebih tinggi dari PDB sebagian besar negara di dunia.
Ironisnya, hanya 20 persen dari limbah ini yang didaur ulang.
Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa pelatihan model kecerdasan buatan skala besar – dengan cara menyuplai data jumlah besar ke sistem komputer dan bertanya tentang prediksi – bisa melepaskan 284 ton CO2.
Jumlah ini 5 kali lebih besar dari rata-rata emisi mobil Amerika selama masa pakai mereka.
Hasil ini juga menunjukkan bahwa ada masalah jejak karbon dalam pengembangan kecerdasan buatan.
Masalah lain adalah Bitcoin dan jenis uang digital lain, yang sangat bergantung pada blockchain, atau sebuah jurnal digital tanpa otoritas yang mencatat rekam transaksi antar komputer.
Jumlah energi yang diperlukan untuk memproduksi sebuah Bitcoin bernilai 1 dolar AS bernilai dua kali lebih besar dari energi yang dibutuhkan untuk menambang tambang, emas, dan platinum dengan nilai yang sama.
Sebuah studi di tahun 2014 membuktikan konsumsi energi Bitcoin setara dengan negara Irlandia.
Teknologi blockchain selayaknya Bitcoin sangat mengonsumsi energi. Pengembangan teknologi serupa di masa depan harus bisa memberikan perhatian lebih terhadap aspek lingkungan jika tidak ingin memperparah krisis iklim yang terjadi.
Pola pikir baru
Ekonomi digital bertumbuh dengan cepat ketimbang gerakan ekonomi hijau yang menghambat dampak negatif dari kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, kita perlu memiliki pola pikir baru dalam menghadapi isu ini.
Segala sesuatu berkaitan di dunia ini, sehingga kita pun harus meningkatkan kesadaran tentang situasi ini, mulai dari membangun sistem kepemimpinan (yang lintas batas), mendorong ekonomi sirkuler (mengurangi ketergantungan terhadap aktivitas ekonomi yang mengonsumsi sumber daya tak terbarukan), melakukan pendekatan ekonomi yang ramah lingkungan, serta menuntut pembuat kebijakan untuk menjelajah kemungkinan kerjasama antar pemerintah dan berbagai institusi sosial lain.
Manusia juga perlu mempertimbangkan penyelesaian masalah kolektif melalui kerja sama antara Negara Utara maupun Negara Selatan.
Kita juga perlu membuat daftar kerusakan akibat alat elektronik, platform digital, dan sistem data, dan menempatkan isu digital ekonomi serta dampak lingkungan yang ditimbulkan ke dalam definisi sosial yang lebih luas.
Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk melanjutkan diskusi ini mungkin dengan mengangkat sebuah pertanyaan: apa yang bisa kita lakukan untuk mencapai kehidupan manusia yang berkelanjutan?
Jangan tanyakan apa yang ekonomi digital bisa lakukan untuk kita, tapi tanyakanlah apa yang bisa kita lakukan untuk mengembangkan ekonomi digital yang tetap berwawasan lingkungan.
Artikel ini telah tayang di theconversation.com dengan judul “Ekonomi digital turut berperan dalam memperburuk krisis iklim. Ini kata ahli ”, https://theconversation.com/ekonomi-digital-turut-berperan-dalam-memperburuk-krisis-iklim-ini-kata-ahli-129554
Penulis : Reynold Wonder Alorse
Foto Cover : Pusat data dunia memproduksi jumlah karbon yang sama dengan emisi yang dikeluarkan oleh penerbangan. (Pexels)