BeritaJakarta BerketahananKegiatan

Hari Kedua 100 Resilient Cities (100RC) Asia Pacific Implementation Training Workshop

a3647546-e88a-4e4b-91bd-809a906360de

Singapura, 11 Juli 2018.

Konsep Resilient City atau kota yang berketahanan menjadi semakin diperhatikan oleh dunia internasional dan dipandang penting untuk direalisasikan. Dalam memahami tantangan perkotaan berupa tekanan (stresses) dan guncangan (shocks), serta dalam membangun ketahanan kota, diperlukan partisipasi dan kerjasama yang inklusif dari berbagai pemangku kepentingan terkait.

Jakarta sebagai kota metropolitan sudah melakukan berbagai upaya dalam rangka membangun ketahanan kota, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Upaya ini mendapatkan sebuah momentum baru, yaitu ketika Jakarta bergabung menjadi anggota 100 Resilient Cities (100RC) atau 100 Kota Berketahanan pada bulan Mei 2016 dengan menyisihkan 325 aplikasi dari kota-kota lain di seluruh dunia

Untuk meningkatkan kapasitas kota-kota yang berada di dalam jejaringnya untuk membangun ketahanan kota, 100RC mengadakan 100 Resilient Cities (100RC) Asia Pacific (APAC) Implementation Training Workshop yang akan diselenggarakan dari tanggal 10-12 Juli 2018. Kegiatan ini akan menjadi kesempatan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Sekretariat Jakarta Berketahanan untuk menyuarakan strategi, usaha, dan keberhasilan DKI Jakarta di tingkat internasional dalam mentransformasi dirinya menuju kota berketahanan dan berkelanjutan sekaligus meningkatkan kapasitas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Sekretariat Jakarta Berketahanan dalam merancang program, meningkatkan proses monitoring dan evaluasi program, menemukenali potensi pembiayaan alternatif untuk keberlanjutan program, serta meningkatkan proses koordinasi antarpemangku kepentingan dalam pelaksanaan program.

Setelah mengikuti kegiatan World Cities Summit 2018 pada Selasa, 10 Juli 2018. Kegiatan pertama dari 100RC Asia Pacific Implementation Training Workshop dimulai pada hari Rabu, 11 Juli 2018.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kota-kota yang berada dalam Jejaring 100RC untuk merancang program, meningkatkan proses monitoring dan evaluasi program, menemukenali potensi pembiayaan alternatif untuk keberlanjutan program, serta meningkatkan proses koordinasi antarpemangku kepentingan dalam pelaksanaan program.

Lokakarya ini akan lebih menekankan kepada proses membangun proses perencanaan yang baik dalam menyusun suatu proyek agar bisa diimplementasikan secara optimal di kemudian hari.

Pada lokakarya ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diwakili oleh Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dengan didampingi oleh Sekretariat Jakarta Berketahanan fokus kepada sebuah proyek bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Sekretariat Jakarta Berketahanan, dan UCLG ASPAC serta mendapatkan dana dari UN-Habitat untuk membangun Taman yang menginternalisasikan konsep ketahanan kota (Taman Berketahanan/Resilient Park) dalam proses pembangunannya. Konsep ini diharapkan dapat menjadi contoh/center of excellence bagi pembangunan kota lainnya di DKI Jakarta pada kemudian hari.

763aaeac-a5e9-4144-9d0d-02af6d8dd486

Turut dihadiri oleh kota Accra (Ghana), Melaka (Malaysia), Toyama (Jepang), Honolulu (Amerika Serikat), Pune (India), Singapura (Singapura), dan Jakarta (Indonesia); Lokakarya ini diawali dengan pembelajaran dari kota Melbourne yang berhasil untuk mengimplementasikan Strategi Ketahanan Kotanya untuk kemudian membantu perwujudan kota Melbourne dalam menjadi kota berketahanan. Kota Melbourne menekankan pentingnya melakukan pendekatan terus menerus kepada para pemangku kepentingan di dalam kota untuk kemudian melakukan proses internalisasi strategi ketahanan kota ke dalam program pemerintah. Proses penyelarasan konsep ketahanan kota dengan program eksisting pemerintah merupakan sebuah pembelajaran penting mengingat bahwa proses inilah yang membantu implementasi strategi ketahanan kota di Melbourne.

Selain itu, penting pula untuk terus mengkomunikasikan upaya membangun ketahanan kota Melbourne secara terus menerus untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan akan pentingnya membangun ketahanan kota. Dalam hal ini, Melbourne mengadakan sebuah pelatihan reguler yang diadakan setiap 2 (dua) bulan kepada para pemangku kepentingan terkait dengan ketahanan kota.

Penting pula untuk memulai proyek-proyek kecil untuk implementasi strategi ketahanan kota yang berfungsi sebagai pilot project untuk kemudian membantu dan menginisiasi proyek dengan konsep berketahanan dan skala yang lebih besar di kemudian hari.

Lokakarya dilanjutkan dengan paparan tentang proyek yang akan mendukung perwujudan kota dalam menjadi kota berketahanan. Poin penting yang didapat dari berbagai paparan tersebut berupa:

  • Honolulu, Amerika Serikat

Honolulu berfokus pada meningkatkan serta mempertahankan hutan kota mengingat kota tersebut telah kehilangan sebesar 5% luas hutan kota dalam 5 (lima) tahun terakhir. Pelestarian hutan kota ini juga akan berpengaruh terhadap fokus lain Honolulu dalam perwujudan menjad kota berketahanan yang berupaya meningkatkan penyerapan air tanah.

  • Melaka, Malaysia

Melaka berfokus untuk mengurangi jumlah kepadatan lalu lintas di wilayah pariwisata utama di Melaka yang juga merupakan wilayah bersejarah. Hal ini dilakukan mengingat pariwisata dan kawasan bersejarah merupakan aset utama bagi Melaka. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah mekanisme untuk meningkatkan keamananan dan kenyamanan bagi turis untuk berada di wilayah tersebut.

  • Jakarta, Indonesia

Jakarta berfokus pada penambahan nilai-nilai ketahanan kota ke dalam proyek eksisting Pemerintah, dalam hal ini taman dan/atau Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Penambahan nilai-nilai ketahanan kota di dalam RPTRA ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan pengarusutamaan konsep ketahanan ke dalam berbagai program pemerintah lainnya. Harapannya, proses ini dapat menjadi center of excellence bagi perencanaan berbagai program, terutama pengembangan taman dan/atau ruang publik, di DKI Jakarta untuk terut menambahkan nilai-nilai ketahanan kota di dalamnya.

  • Toyama, Jepang

Toyama berfokus dalam menyediakan berbagai fungsi-fungsi perkotaan yang tepat di berbagai wilayah. Penyediaan fungsi ini tentu saja disesuaikan dengan konteks yang ada di wilayah tersebut. Hal ini dilakukan oleh Toyama setelah menyadari bahwa konsep Compact City yang diberlakukan di Toyama sejak dahulu membawa pengaruh buruk berupa terkonsentrasinya pembangunan kota Toyama di kawasan niaga/Central Business District (CBD) saja. Hal ini membuat wilayah kota lainnya tidak terlalu diperhatikan sehingga dibutuhkan sebuah ‘simpul’ aktivitas baru di berbagai wilayah kota Toyama yang akan memiliki fungsi-fungsi perkotaan untuk membnatu mengembangkan wilayah kota tersebut.

  • Pune, India

Kota Pune berfokus pada konservasi Sungai Mula dan Sungai Mutha serta pengembangan riverfront di kedua sungai tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi banjir, ersoi dan polusi air yang kerap terjadi di berbagai kota di India. Ide utamanya adalah dengan melakukan pendekatan kolaboratif untuk mengembangkan rasa kepemilikan akan sungai sehingga sungai ini bisa dikembangkan ke arah yang lebih baik ke depannya.

  • Accra, Ghana

Kota Accra lebih terfokus pada perbaikan sistem transportasi perkotaan di kotanya. Saat ini, sisitem transportasi di Accra masih belum terintegrasi antara satu moda dengan moda lainnya sehingga efektivitas perjalanan penggunanya tidak optimal. Sistem ‘setoran’ (penny war) yang diberlakukan oleh paratransit (sejenis angkutan umum) Accra juga memperburuk situasi transportasi di Accra. Kota ini bertujuan untuk mengintegrasikan paratransit untuk menudukung pengembangan Mass Rapid Transit (MRT) di Accra.

  • Singapura, Singapura

Kota Singapura berfokus pada pengembangan kapasitas di tingkat komunitas terkait kesiapsiagaan terhadap banjir yang datang tiba-tiba. Hal ini diakibatkan rendahnya daya serap air kota Singapura serta tidak mampunya sistem saluran air di Singapura dalam menghadapi kondisi curah hujan yang terus menerus bertambah akibat pengaruh perubahan iklim.

Lokakarya ini dilanjutkan dengan sesi Resilience Value Realization (RVR). Sesi RVR ini berfokus pada proses menambahkan dan/atau menggabungkan konsep ketahanan kota ke dalam proyek yang akan dilaksanakan oleh suatu kota dalam mengimplementasikan Strategi Ketahanan Kota.

RVR ini menekankan akan pentingnya proses mendefinisikan tujuan yang akan dicapai oleh proyek tersebut serta mencari metode yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Secara singkat, RVR menekankan kepada:

  • Mengetahui kondisi saat ini
  • Mengetahui target dan capaian yang ingin dicapai dengan proyek tersebut
  • Mengetahui Metode yang tepat dalam mencapai target dari kondisi awal kota

Dalam merumuskan hal ini, penting pula untuk melihat: (i) Cakupan dari masalah yang sedang dihadapi (tidak terlalu luas dan tidak pula terlalu spesifik); (ii) Tujuan dari pelaksanaan proyek; (iii) Mengetahui konteks dari proyek yang diusulkan (mengidentifikasi proyek sebagai bagian dari visi besar dalam menyelesaikan masalah); (iv) Waktu pelaksanaan proyek (disesuaikan dengan capaian yang diharapkan); dan (v) Batasan dari proyek tersebut.

Dengan hal ini, diharapkan proyek yang dirancang dapat diimplementasikan secara lebih optimal karena proses RVR ini membantu para perencana proyek dalam mengidentifikasi peran dari proyek tersebut dalam mencapai target dan capaian yang diharapkan secara komprehensif.

Show More

Related Articles

WP Facebook Auto Publish Powered By : XYZScripts.com