Pada Jumat, 18 Januari 2019, Kantor Kedeputian Gubernur Bidang Tata Ruang & Lingkungan Hidup menerima kunjungan Khoo Teng Chye dan Phuaa Shi Hui selaku Executive Director dan Manager dari Centre For Liveable Cities Singapore (CLC). Pertemuan ini dihadiri oleh Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (TRLH), asisten deputi bidang tata ruang, asisten deputi bidang lingkungan hidup, dan Sekretariat Jakarta Berketahanan. Rapat ini membahas topik yang akan didiskusikan selama proses forum global yang diinisiasi oleh CLC pada bulan Maret 2019 dimana Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (TRLH) selaku Chief Resilience Officer (CRO) Jakarta Berketahanan akan hadir sebagai salah satu visiting fellow berbicara mengenai proses Jakarta bertransformasi menjadi kota yang berketahanan.
Diskusi kemudian dilanjutkan dengan pembahasan salah satu topik utama pada forum global bulan Maret nanti, yaitu mengenai Transit Oriented Development (TOD). Diskusi dimulai dengan obrolan menarik mengenai Land Value Capture (LVC), berikut poin-poin pentingnya:
- Deputi Gubernur TRLH DKI Jakarta menjelaskan beberapa masalah yang terjadi di DKI Jakarta, salah satunya adalah kepemilikan tanah yang dimiliki oleh berbagai institusi yang berbeda.
- Hal ini mengakibatkan Pemprov DKI Jakarta tidak mampu mengembangkan kawasannya secara optimal.
- Berbeda dengan konteks di Singapura yang seluruh lahan dimiliki oleh Negara sehingga Pemerintah dapat melakukan land value capture-(LVC) yang optimal. Berbeda antara Singapura dan Jakarta.
- Terkait dengan hal tersebut, CLC Singapura menjelaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta dapat melaksanakan mekanisme land development charge.
Yang tidak kalah penting, menurut Deputi bidang TRLH, adalah aspek sosial masyarakat dalam pengembangan TOD:
- Pengembangan kawasan TOD juga perlu memperhatikan aspek inklusivitas sehingga dampak positifnya bias dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
- Oleh karena itu, pengembangan TOD perlu memperhatikan proses Revisi RTRW secara terperinci sehingga kawasan TOD nantinya saling menunjang dengan fungsi ruang kota lainnya.
Dalam konteks Jakarta, Deputi TRLH menjelaskan beberapa masalah terkait belum adanya rencana induk yang komprehensif, berikut poin-point pentingnya:
- Pemerintah Pusat Republik Indonesia melalui Kementerian Perhubungan telah menyusun RITJ. Namun, RITJ ini belum komprehensif mengingat belum adanya strategi khusus untuk pengembangan TOD.
- Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memiliki panduan yang jelas terkait pengembangan kawasan TOD.
- Hal ini mengakibatkan ketidakpaduan perencanaan kawasan TOD antara Pemprov DKI Jakarta dengan pemangku kepentingan lain (contoh: BUMD yang diberikan wewenang).
- Sampai saat ini, proses perencanaan Kawasan TOD masih belum dapat dilaksanakan secara optimal mengingat banyaknya pemangku kepentingan yang memiliki visi yang berbeda-beda tentang pengembangan TOD di Jakarta.
Menurut Deputi TRLH, ada dua hal penting lainnya yang masih menjadi PR para pemangku kepentingan terkait pengembangan TOD di Jakarta:
- Pemprov DKI Jakarta juga perlu mengatur tata kelola institusi dalam pengelolaan TOD. Hal ini diperlukan mengingat bahwa saat ini BUMD terkait (PT. MRT Jakarta) hanya bertanggung jawab dalam mengelola 10 dari 18 titik TOD yang ditetapkan di Jakarta.
- Selain itu, Deputi Gubernur TRLH DKI Jakarta melihat bahwa kesuksesan TOD tidak diukur dari tambah cantiknya kota semata, namun bagaimana mengangkat taraf hidup masyarakat miskin menjadi lebih baik.
- Perlu menjadi catatan juga bahwa belum lama ini Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, ditunjuk untuk menjadi koordinator baru pengelolaan transportasi di tingkat Jabodetabek dalam rapat cabinet yang berarti aka nada perubahan jalur koordinasi.
Di akhir pertemuan, pihak CLC Singapura juga memberikan masukan terkait pengembangan kawasan TOD di Jakarta yang perlu untuk mengembangkan urban structure plan yang diintegrasikan ke dalam master plan pengembangan kota.