Jakarta, 18 Januari 2019
Jakarta Berketahanan menghadiri rapat yang diadakan oleh Kedeputian Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang dipimpin langsung oleh Deputi Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) Jakarta Berketahanan. Rapat ini membahas “Grand Design Kontrol Polusi Udara di DKI Jakarta” yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari Dinas Lingkungan Hidup, QLUE Jakarta Smart City, BMKG DKI Jakarta, Dinas Perindustrian dan Energi, Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup, dan Dinas Perhubungan.
Di awal rapat tersebut, Deputi Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) Jakarta Berketahanan menjelaskan beberapa hal sebagai berikut:
- Grand design/desain besar terkait polusi udara perlu segera dirumuskan mengingat dibutuhkannya mitigasi dan adaptasi yang sesuai untuk menghadapi bahaya polusi udara. Sejauh ini, tindakan yang ada masih belum memadai. Contohnya ialah masker yang biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat sebagai bentuk adaptasi belum optimal dalam menanggulangi bahaya polusi udara dengan ukuran partikel yang lebih kecil, seperti debu dan asap.
- Dalam penyusunan desain besar terkait polusi udara, perlu diadakan pengumpulan data, pengadaan diskusi, penyusunan dan pengelolaan database terkait polusi udara, dan riset. Penyusunan tersebut akan berlangsung selama 10 bulan ke depan.
- Proses penyusunan akan dibantu oleh Pemprov DKI dengan dukungan satu tenaga ahli dari LSM. Tenaga ahli tersebut memiliki tugas untuk menyusun database sekaligus menjadi juru komunikasi selama penyusunan desain besar.
Saat ini, DLH Provinsi DKI Jakarta telah memasang sensor polusi udara PM 2,5 sejumlah 25 titik di Jakarta. BMKG juga menjelaskan peluang kolaborasi yang mungkin dilaksanakan terkait penyusunan grand design dan menerangkan beberapa hal yaitu :
- BMKG sudah memasang beberapa alat pendeteksi gas rumah kaca di beberapa titik, salah satunya di Kemayoran, Jakarta.
- Namun, untuk mendeteksi partikel udara tertentu, perlunya dibangun tower source meter setinggi 100 meter di Kota Jakarta. Tower source tersebut memungkinkan dilakukannya simulasi dinamika polusi udara di Jakarta dengan hasil prediksi yang didapatkan.
- Selain itu, terdapat peluang bekerjasama dengan LAPAN untuk proses validasi data yang terkumpul. Beberapa data yang dimiliki LAPAN dapat diakses melalui laman srikandi.lapan.go.id.
Menanggapi pemaparan BMKG, DLH mengusulkan penggunaan teknologi khusus yang dikembangkan oleh ITB dalam melakukan monitoring real time dengan sorotan spasial yang terukur
Terhadap pernyataan BMKG Provinsi DKI Jakarta dan DLH Provinsi DKI Jakarta, Deputi Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) Jakarta Berketahanan menambahkan beberapa penjelasan sebagai berikut:
- Bila memungkinkan, tower dapat dibangun di atas gedung tinggi sehingga tidak perlu lagi menjumpai masalah pengadaan tanah.
- Alat sensor yang diusulkan DLH dapat diletakkan di lokasi yang sama dimana tower dibangun sehingga alat yang sudah ada dapat bekerja bersinergi.
Kemudian diskusi ini dilanjutkan dengan penjelasan QLUE Smart City DKI Jakarta dan Dishub Provinsi DKI Jakarta terkait peluang kolaborasi dalam penyusunan grand design.
Di akhir pertemuan, DLH menekankan bahwa dalam penyusunan desain besar polusi udara DKI Jakarta diperlukan strategi komunikasi dalam menyampaikan hal-hal terkait teknis yang mungkin asing bagi berbagai pemangku kepentingan, seperti dari kelompok aktivis lingkungan.