BeritaJakarta BerketahananKliping

Upaya Gubernur Hentikan Swastanisasi Air Ditentang

JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil alih pengelolaan air Jakarta lewat langkah perdata atau renegosiasi menuai penolakan dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). Warga yang tergabung dalam koalisi tersebut adalah pihak yang mengajukan gugatan terhadap kebijakan swastanisasi air pada 22 November 2012 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. KMMSAJ yang terdiri atas LBH Jakarta, ICW, KIARA, KRUHA, Solidaritas Perempuan, Koalisi Anti Utang, Walhi Jakarta, dan beberapa LSM lain mengajukan gugatan terhadap Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, dan PT Perusahaan Air Minum Jaya, serta PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta sebagai pihak turut tergugat.

Kini, upaya DKI mewujudkan kemenangan mereka di tingkat kasasi dengan menghentikan swastanisasi justru ditentang. “Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) menolak keras pengembalian pengelolaan air dari Palyja dan Aetra ke Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dengan cara-cara yang bertentangan dengan putusan pengadilan (putusan Mahkamah Agung, putusan Mahkamah Konstitusi) dan akal sehat,” kata Suhendi dan kawan-kawan KMMSAJ lewat siaran persnya, Selasa (12/2/2019). Menurut KMMSAJ, pemutusan kontrak merupakan langkah paling bijak. Sebab, sudah terlalu lama warga DKI dirugikan lewat kontrak itu.

KMMSAJ mengakui memang ada risiko digugat ke Pusat Arbitrase Internasional Singapura (SIAC). Namun, menurut mereka, Gubernur bisa beralasan bahwa ia melakukan terminasi tersebut karena diperintahkan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi selaku pengadilan tertinggi karena digugat rakyatnya sendiri melalui mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit). “Gubernur DKI Jakarta juga bisa melakukan gugat balik (counter claim) apabila ada hal-hal yang diingkari oleh Palyja dan Aetra,” ujar Suhendi.

Adapun tiga opsi yang dipilih Gubernur DKI, yaitu renegosiasi seputar pembelian saham, perjanjian kerja sama, dan pengambilalihan bertahap sebelum kontrak habis di 2023, menurut KMMSAJ, tak memungkinkan. Ini disebabkan Palyja dan Aetra selama ini telah memperoleh keuntungan (laba) atas pengelolaan air Jakarta, sudah memanfaatkan infrastruktur milik PAM Jaya sejak awal, dan keduanya kini memiliki utang yang besar. “Opsi menunggu hingga 2023 akan semakin merugikan negara dan membangkang terhadap putusan MA dan MK yang memerintahkan pengembalian pengelolaan,” kata Suhendi.

Sehari sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum yang dibentuknya mengumumkan hasil kajian selama enam bulan terakhir. Tim itu mengkaji berbagai opsi yang bisa dilakukan DKI untuk menghentikan swastanisasi. Langkah yang dipilih ialah lewat mekanisme perdata atau renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Renegosiasi bisa menghasilkan pembelian dua perusahaan swasta itu oleh DKI, perjanjian kerja sama untuk mengkahiri kontrak, atau pengambilalihan sebagian sebelum kontrak habis di 2023.

Tak baik buat bisnis

Opsi terminasi kontrak secara sepihak tak direkomendasikan oleh Tim Evaluasi. Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, Nila Ardhianie, menjelaskan mengapa opsi itu akhirnya tak dipilih. “Ini tentu saja bukan pilihan yang cukup baik. Karena kita juga harus memperhatikan iklim bisnis di Jakarta dan juga di Indonesia,” kata Nila dalam konferensi pers bersama Anies, Senin (11/2/2019). Nila mengatakan pemutusan secara pihak sesegera mungkin bisa berdampak buruk bagi dunia usaha. Tim Evaluasi menilai opsi itu tak realistis jika mengacu pada kajian legal dan pelayanan. Opsi itu diyakini mengakibatkan biaya terminasi yang besar. Dalam perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dan Aetra dan Palyja, biaya penalti pemutusan kontrak sepihak mencapai Rp 1 triliun. Anies mengatakan, kebijakan yang dipilih terkait penghentian swastanisasi air sudah berdasarkan kajian. Ia menjawab kritik KMMSAJ yang mendesak agar kontrak swastanisasi diputus saja. “Kita mengikuti rekomendasi yang disusun oleh Tim Tata Kelola Air. Jadi Tim Tata Kelola Air menyusun studi, mengkaji banyak aspek,” kata Anies di Balai Kota, Selasa (12/2/2019). Anies memastikan opsi-opsi lewat langkah perdata itu akan diambilnya. “Kemudian mereka merekomendasikan untuk mengambil opsi untuk penghentian melalui mekanisme perdata dan itu yang kita ikuti,” ujar Anies.

Artikel ini telah dipublikasikan di https://megapolitan.kompas.com/read/2019/02/13/11303981/upaya-gubernur-hentikan-swastanisasi-air-jakarta-ditentang

Oleh: Nibras Nada Nailufar, Kompas

Show More

Related Articles

WP Facebook Auto Publish Powered By : XYZScripts.com