REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur PT KAI Daop I John Roberto mengatakan bahwa kajian keekonomian tarif Light Rail Transit (LRT) dari Bekasi – Jakarta sudah diperhitungkan dengan tarif flat awal Rp 12 ribu. Menurut John pada penghitungan awal, tarif mencapai Rp 30 ribu untuk ditargetkan kepada masyarakat. Namun pemerintah memandang nilai tersebut terlalu tinggi untuk masyarakat.
Setelah dikaji ulang untuk menekan tarif serta mendapat kepastian subsidi, tarif LRT akan dipastikan flat senilai Rp 12 ribu. Untuk kemudahan masyarakat proses sistem tiketnya akan diintegrasikan dengan penggunaan metode KRL.
Menurutnya, PT KAI sudah berkoordinasi dengan PT KCI (Kereta Commuter Indonesia) untuk mengintegrasikan operasional pembayaran dengan metode KRL, bahkan akan disinergikan dengan MRT juga.
Sementara itu, Direktur Utama PT Adhi Karya Budi Harto mengatakan, dibutuhkan jalur rel LRT sepanjang 200 kilometer untuk menuntaskan masalah kemacetan Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodebek).
“Idealnya jalur LRT ada sepanjang 200 km, tapi pada tahap pertama ini kami selesaikan 44 km. Baru selanjutnya ke tahap 82 km,” kata Budi Harto dalam kesempatan yang sama.
Sampai dengan 8 Februari 2019 progres pembangunan prasarana LRT Jabodebek tahap satu telah mencapai 58,3 persen. Rinciannya adalah lintas pelayanan 1 Cawang – Cibubur 78,5 persen. Kemudian progres lintas pelayanan dua Cawang – Kuningan – Dukuh Atas 46,1 persen, dan lintas pelayanan tiga Cawang- Bekasi Timur 52,8 persen.
Pemilihan jalur layang selain alasan teknis juga untuk menghindari konflik sosial, karena pembebasan lahan untuk satu titik di Pancoran, Jakarta, saja memakan waktu hingga 1,5 tahun sehingga efisiensi waktu dianggap sebagai pertimbangan yang tepat.
oleh: Esthi Maharani