Jumat, 29 Februari 2019, Sekretariat Jakarta Berketahanan bersama dengan Ruang Waktu Knowledge Hub, Kemitraan Habitat, Yayasan KARINA serta Kedeputian Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI kembali melaksanakan FGD terkait Implementasi New Urban Agenda (NUA) di DKI Jakarta yang membahas mengenai pengelolaan dan pengurangan risiko bencana serta perencanaan dan penerapan kebijakan kebencanaan dan perubahan iklim yang terpadu.
FGD ini merupakan seri lanjutan dari FGD sebelumnya yang membahas mengenai pengelolaan sumber daya alam dan hayati serta perkotaan yang berbasis lingkungan yang mana keduanya merupakan substansi utama dalam Buku Panduan Praktis Implementasi New Urban Agenda seri 3 yang fokus pada bagaimana mewujudkan ketahanan kota yang berwawasan lingkungan. FGD ini dihadiri oleh beberapa SKPD/OPD, NGO, komunitas, serta stakeholder lain yang fokus pada isu kebencanaan dan perubahan iklim yang juga memiliki peran besar dalam mewujudkan ketahanan pada level kota dan lingkungan. Seperti halnya dengan FGD seri pertama, terdapat tiga rangkaian acara diantaranya pembukaan dan paparan, diskusi kelompok, dan pemaparan hasil diskusi dan penutupan.
Acara dimulai dengan pembukaan oleh Bapak Oswar Mungkasa selaku Deputi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dan dilanjutkan oleh Bapak Wicak Sarosa yang memaparkan mengenai apa itu NUA dan Buku Panduan Implementasi NUA serta tujuan utama dilaksanakannya FGD. Setelah itu dilanjutkan oleh Ibu Vera selaku Asisten Deputi bidang Tata Ruang mengenai apa saja yang menjadi isu di DKI Jakarta dalam konteks kebencanaan dan perubahan iklim, termasuk apa saja yang sudah dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk menjawab permasalahan dan isu yang ada.
Masuk pada sesi diskusi, para peserta dibagi kedalam dua kelompok besar. Kelompok satu lebih fokus pada isu pengelolaan dan pengurangan risiko bencana. Sedangkan kelompok dua lebih fokus pada isu perencanaan dan penerapan kebijakan kebencanaan dan perubahan iklim yang terpadu. Masing-masing dari kelompok menghasilkan masukan dan saran yang mana nantinya akan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan substansi dari Buku Panduan Implementasi NUA seri 3.
Jika dikelompokan, masukan dari para peserta lebih berfokus pada bagaimana pemangku kebijakan dan stakeholder yang ada dapat memposisikan masyarakat sebagai kunci utama dalam membentuk ketahanan kota baik pada konteks adaptasi dan mitigasi bencana ataupun perubahan iklim. Paradigma melibatkan masyarakat pada setiap tahapan perencanaan strategi pengurangan risiko bencana harus terus didorong. Pembuat kebijakan juga harus mengadaptasi local knowledge yang ada di masyarakat dengan menemukenali skema mitigasi dan adaptasi yang ada dan berkembang di masyarakat lalu memperkuatnya dengan konsep yang sesuai. Dengan begitu, masyarakat akan dapat dengan mudah untuk belajar sehingga kapasitas dan pemahaman mereka dalam menghadapi masalah kebencanaan dan dampak dari perubahan iklim akan meningkat dengan cepat.
Masukan yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana pemerintah dan stakeholder yang ada dapat memanfaatkan teknologi secara efektif dan efisien dalam memberikan informasi pada kondisi pra, saat, dan pasca kejadian bencana. Pemanfaatan teknologi ini dicontohkan oleh Petabencana.id yang sedang menyusun program berbasis aplikasi dan pelaporan masyarakat lewat Twitter untuk menghimpun informasi dari masyarakat secara lebih presisi dan berbasis geospasial terkait kejadian bencana secara realtime yang nantinya dapat menjadi dasar informasi dalam penyusunan peta dan jalur evakuasi di kawasan yang rentan terhadap bencana. Harapannya penyusunan jalur evakuasi tidak lagi hanya berdasarkan informasi pada data dan peta 1:1000 seperti yang sekarang dilakukan, melainkan mampu memanfaatkan sisi kepekaan masyarakat dan kebiasaan masyarakat dalam menggunakan media sosial.
Hasil dari FGD ini diharapkan mampu memberikan masukan dan sudut pandang yang lebih konkrit dan baru pada arahan kebijakan yang ada. Lebih dari itu, Peserta dapat memahami poin-poin penting Panduan Praktis dalam rangka Implementasi NUA, khususnya di bidang kebencanaan dan lingkungan perkotaan dan dapat menjadikannya sebagai salah satu acuan dalam proses penyusunan kebijakan program yang akan dilakukan.