Beberapa tahun terakhir, istilah mahadata (big data) sering terdengar khususnya di sektor bisnis, ekonomi, ataupun finansial. Terminologi tersebut muncul seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat.
Mahadata merupakan data berukuran besar yang volumenya akan terus bertambah. Ia terdiri dari berbagai jenis atau varietas data yang terbentuk secara terus-menerus dengan kecepatan tertentu sehingga harus diproses dengan kecepatan tertentu pula.
Data never sleeps mencontohkannya dengan perputaran informasi di media sosial, seperti Facebook yang membagi hampir 2,5 juta konten setiap menit dan Google yang merekam 3.607.080 pencarian tiap menit.
Mahadata dalam perencanaan kota
Dalam perencanaan kota, mahadata bermanfaat untuk memahami fenomena waktu ke waktu yang terjadi secara aktual (real-time). Dengannya, perencana dan pemerintah kota dapat merespon kebutuhan warganya secara efektif dan kontekstual.
Batty, dalam Big Data, Smart Cities, and City Planning, menyebut pertumbuhan mahadata telah menggeser pendekatan perencanaan dari strategi jangka panjang yang makro dan kaku ke strategi yang lebih pragmatis dan adaptif terhadap perubahan.
Oleh karena itu, perencanaan kota perlu diasup data-data berkualitas, yakni yang memuat informasi relevan, jelas, mudah diakses, dan siap tersedia.
Adapun kebutuhan data perencanaan terdiri dari empat hal, yaitu kajian kondisi masa lalu sampai saat ini, prediksi masa depan, penetapan tujuan dan sasaran kedepan, dan perumusan strategi untuk antisipasi kondisi masa depan.
Selanjutnya, mahadata yang berkembang pesat di era teknologi sudah sepatutnya direspon dengan pendekatan-pendekatan baru dalam mengelola kota. Visi kota cerdas (smart city) digadang-gadang menjadi alternatifnya.
Kota cerdas merupakan kota yang mampu memonitor dan mengintegrasikan infrastruktur vitalnya untuk mengoptimalkan sumber daya, melakukan kegiatan preventif, serta memaksimalkan layanan kepada warganya.
Kasus-kasus di sektor transportasi
Untuk memberi gambaran lebih jelas bagaimana pemanfaatan mahadata dapat mendukung perwujudan kota yang cerdas, mari menelaahnya pada kasus transportasi publik.
Dinamisnya pergerakan warga kota membutuhkan skenario-skenario yang berbeda, misalnya saat jam sibuk, hari libur, atau hari-hari penting (event days). Untuk itu, data aktual diperlukan untuk mengantisipasi kebuntuan (deadlock).
Dengan dukungan teknologi, mahadata transportasi dapat diperoleh diantaranya dengan kartu cerdas (smart card) dan global positioning system (GPS). Data tersebut seperti jumlah pengguna moda, waktu operasional, dan ragam rute yang digunakan.
Pada tahun 2014, London pernah melakukan perbaikan mendadak Jembatan Putney yang menjadi tempat lalu lalang 110 ribu perjalanan. Itu dilakukan untuk melindungi struktur internal dan memastikannya bertahan selama 100 tahun ke depan.
Transport for London (TfL), institusi yang menangani transportasi, kemudian mengelola mahadata dari smart card, GPS, CCTV, dan sensor untuk memprediksi seberapa banyak pengguna bus yang terdampak.
TfL kemudian memberi sejumlah pengumuman kepada warga kota yang biasa melintas melalui web, sms, ataupun aplikasi. Pengumuman tersebut meliputi perubahan rute, penambahan armada alternatif, dan insentif bagi mereka yang berjalan kaki dan melanjutkan perjalanan dengan bus setelah melintasi jembatan.
Di Brisbane, Wei dkk (2015) membandingkan data penggunaan lahan dengan pola pergerakan dari smart card. Hasilnya, kepadatan perumahan berbanding lurus dengan lokasi dengan penggunaan lahan campuran (mixed use). Dengan begitu, dapat diketahui mana saja bagian kota yang konektivitasnya perlu dioptimalkan.
Di belahan bumi lain, Tokyo, memiliki mobilitas transportasi publik yang tinggi setiap harinya, setidaknya 410 juta perjalanan kereta bawah tanah tercatat dalam waktu seperempat windu.
Itoh dkk (2016) menganalisis pola mobilitas saat terjadi bencana (typhoon roke) dan kegiatan besar Tokyo Marathon dengan cuitan masyarakat di twitter saat kejadian berlangsung. Melalui mahadata tersebut, dapat diketahui dampaknya terhadap mobilitas dan menjadi informasi berharga untuk mengontrol aliran penumpang.
Dengan melihat berbagai kasus di atas, maka mahadata menjadi harta karun pengelolaan kota di masa depan. Kemampuan mengelolanya menjadi modal dasar membangun kota-kota yang lebih responsif.
Artikel ini telah dipublikasikan di https://ketempatan.com/blog/perkotaan/pengelolaan-mahadata-membuat-kota-lebih-responsif/
Oleh: Arbi Ali Farmadi, Ketempatan