JawaPos.com – Wacana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Jawa kembali bergaung. Kelayakan tiga lokasi sedang dikaji. Yakni, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Namun, hingga kemarin belum ada lokasi detail di tiga pulau itu yang dianggap cocok. Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya memberikan isyarat bahwa Kalimantan lebih cocok dari segi geografis.
“Bisa di Sumatera, tapi yang timur jauh. Di Sulawesi agak di tengah, tapi barat kurang (dekat, Red). Kalimantan di tengah-tengah. Ini ada tiga kandidat,” ujar dia di PT KMK Global Sport I, Tangerang, kemarin (30/4).
Jokowi menambahkan, berbagai opsi lokasi itu masih terus dikaji. Khususnya untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Salah satunya terkait dengan daya dukung lingkungan. “Kalkulasinya harus dirampungkan, lalu disampaikan ke saya dan baru saya putuskan,” imbuh dia.
Dalam rapat terbatas di kantor presiden Senin lalu (29/4), Jokowi mengatakan bahwa pemindahan ibu kota ke luar Jawa perlu dilakukan secepatnya. Alasannya, kondisi Jakarta sudah terlalu padat dan tidak ideal untuk masa depan ibu kota.
Jokowi juga menegaskan, keputusan itu bukan untuk kepentingan satu-dua tahun ke depan, melainkan jangka panjang. Karena itu, pemerintah akan berkonsultasi ke DPR, tokoh politik, dan tokoh masyarakat. “Karena ini menyangkut visi ke depan kita dalam membangun ibu kota pemerintahan yang representatif,” tuturnya.
Di tempat terpisah, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, pemerintah harus melakukan studi kelayakan ibu kota secara mendalam, terutama dari sisi infrastruktur. Politikus Partai Golkar itu juga meminta pemerintah mempersiapkan anggaran secara matang dan terencana. Sebab, anggaran yang akan digunakan untuk pemindahan ibu kota sangat besar.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, yang dipilih nanti adalah kota baru dan dekat dengan kota existing yang sudah berkembang. Kriteria lain ibu kota baru itu, di antaranya, tersedia lahan milik pemerintah atau badan usaha milik negara (BUMN) perkebunan yang luas. Kemudian, tersedia sumber daya air yang cukup dan bebas pencemaran lingkungan.
Selain itu, akses mobilitas dan logistik seperti bandara, pelabuhan, dan jalan harus terpenuhi. Layanan air minum, faktor keamanan, sanitasi, serta jaringan listrik dan komunikasi juga dipertimbangkan.
Jumlah aparatur sipil negara (ASN) yang akan dipindahkan bergantung luas lahan yang diperlukan. Pemerintah mempunyai dua opsi. Pertama, memindahkan 195.550 ASN sehingga total penduduk ibu kota baru akan menjadi 1,5 juta orang. Jumlah tersebut termasuk keluarga, perangkat pendukung, dan pelaku ekonomi. Untuk jumlah penduduk itu, pemerintah membutuhkan lahan seluas 40.000 hektare (ha) dan dana Rp 466 triliun.
Kedua, pemerintah dapat memindahkan 111.510 ASN saja. Jumlah ASN yang dipindahkan sedikit karena budaya digital dapat mengurangi kebutuhan ASN di ibu kota baru. Dengan berkurangnya jumlah ASN yang dipindahkan, kebutuhan lahan ibu kota baru hanya 30.000 ha. Adapun kebutuhan dana untuk pemindahan diprediksi Rp 323 triliun.
Ada dua opsi waktu untuk proses pemindahan ibu kota. Yakni, 5 tahun dan 10 tahun. Jika memungkinkan, pemindahan tersebut dimulai secara bertahap pada 2020. Proses itu akan dipimpin tim atau organisasi yang dibentuk khusus untuk menangani pemindahan ibu kota.
Nanti, menurut Bambang, ibu kota baru tidak sama dengan Jakarta yang diarahkan sebagai pusat bisnis. Sebab, ibu kota baru bakal menjadi pusat pemerintahan agar pembangunan tidak hanya terpusat di Jawa. “Yang pasti, akan ada status daerah khusus seperti yang dinikmati DKI (Jakarta, Red) sekarang,” ujar mantan menteri keuangan itu.
Artikel ini telah dipublikasikan di JawaPos: https://www.jawapos.com/nasional/01/05/2019/jakarta-sudah-tidak-ideal-untuk-masa-depan-ibu-kota/
Editor : Ilham Safutra
Reporter : (far/lum/rin/vir/c11/oni)