JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta mulai mengantisipasi dan memperhitungkan potensi kemacetan yang akan timbul akibat pembangunan moda raya terpadu (MRT) Jakarta fase kedua, Bundaran Hotel Indonesia – Stasiun Kota. Apalagi, proyek sepanjang 8,3 kilometer itu akan memakan waktu hampir selama lima tahun ke depan.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang di Jakarta, Rabu (19/6/2019), mengatakan, Pemprov DKI harus sudah mulai mengkaji rekayasa lalu lintas yang akan digunakan saat proyek pembangunan MRT fase kedua berjalan. Jangan sampai kemacetan yang terjadi akibat dampak pembangunan proyek tersebut menghambat produktivitas warga setempat.
“Kira-kira potensi kemacetannya gimana, titik-titiknya di mana saja, dan potensi publik berpindah ke bus Transjakarta berapa. Itu harus dihitung agar tidak kelabakan nanti saat proyek berjalan,” ujar Deddy.
MRT Jakarta fase kedua akan memiliki rute dari Bundaran HI sampai Stasiun Kota. Fase kedua ini dibangun sepanjang 8,3 kilometer dengan nilai investasi sekitar Rp 22,5 triliun. Proyek tersebut ditargetkan selesai pada akhir tahun 2024.
MRT fase kedua akan memiliki tujuh stasiun. Ketujuh stasiun itu ada di Sarinah, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota.
Menurut Deddy, ada dua hal yang mungkin bisa dipertimbangkan oleh Pemprov DKI untuk menyiasati kemacetan di kawasan Jalan Gajah Mada hingga Kota, yang menjadi lajur pembangunan MRT fase kedua. Pertama adalah penerapan sistem ganjil-genap.
“Sistem (ganjil-genap) ini, bisa diterapkan agar tidak macet. Jadi, kendaraan pribadi dibatasi. Di sana itu tak ada pembangunan saja sudah macet, apalagi di tengah atau di pinggir nanti ada ruang-ruang untuk konstruksi pembangunan,” tutur Deddy.
MRT Jakarta fase kedua akan memiliki rute dari Bundaran HI sampai Stasiun Kota. Fase kedua ini dibangun sepanjang 8,3 kilometer dengan nilai investasi sekitar Rp 22,5 triliun
Solusi kedua adalah penambahan bus Transjakarta. Itu penting karena masyarakat pasti akan beralih ke transportasi publik untuk menghindari kemacetan di kawasan itu.
“Sudah hampir pasti ada ada shifting dari angkutan pribadi ke angkutan umum. Makanya, slot bus harus ditambah dari yang ada sekarang,” katanya.
Diharapkan
Pembangunan MRT fase kedua menuai harapan baik dari sejumlah pekerja kantoran di kawasan Kota, salah satunya Annisa Hardjanti (23). Annisa mengatakan, kehadiran MRT fase kedua ini akan semakin memudahkan pergerakannya untuk menuju ke daerah pusat kota, seperti Bundaran HI.
Selama ini, apabila Annisa ingin pergi ke kawasan itu, dia selalu menggunakan kereta komuter. Itu pun, dia harus naik-turun di Stasiun Manggarai untuk transit kereta.
“Jadi, enggak langsung. Kalau MRT ini, kan, berarti saya bisa langsung turun di Bundaran HI. Aksesnya lebih cepat,” ujar Annisa.
Hal serupa juga diungkapkan, Andika Perkasa, salah satu pegawai swasta di kawasan Jalan Thamrin. Pria asal Lebak Bulus itu merasa beruntung atas pembangunan MRT fase satu, Lebak Bulus – Bundaran HI, karena mempermudah pergerakannya setiap ke kantor.
Andika menyambut baik pembangunan MRT fase kedua karena juga semakin memudahkan dia bersama keluarga ketika ingin berwisata ke kawasan Kota. Andika juga menyebut harga tiket MRT sejauh ini masih terjangkau sehingga tetap menguntungkan publik.
Berita dimuat dalam Sumber: https://kompas.id/baca/utama/2019/06/19/dampak-kemacetan-harus-diperhitungkan/