JAKARTA, KOMPAS – PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta memastikan seluruh titik transit di sepanjang fase I yang siap dikembangkan sebagai kawasan berorientasi transit (TOD) akan dikelola sepenuhnya oleh MRT Jakarta. Kewenangan penuh pengelolaan itu akan memberikan keleluasaan bagi PT MRT Jakarta untuk mengembangkan usaha yang berbasis rel – TOD.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, dalam forum jurnalis MRT Jakarta, Rabu (26/6/2019), menjelaskan hal itu.
Mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 140 Tahun 2017 tentang Penugasan Perseroan Terbatas MRT Jakarta sebagai Operator Utama Pengelola Kawasan TOD Koridor Utara-Selatan Fase I, dari 13 stasiun yang ada sepanjang fase I Lebak Bulus-Bundaran HI, PT MRT Jakarta berhak untuk mengelola delapan kawasan TOD. Kedelapan stasiun itu adalah Bundaran HI, Dukuh Atas, Setiabudi, Bendungan Hilir, Istora, Senayan, Blok M dan Lebak Bulus.
Adapun lima stasiun lainnya, sesuai pergub tersebut, apabila dipertimbangkan bisa dikembangkan sebagai TOD, maka bisa diajukan kepada Pemprov DKI untuk pengembangan.
Dalam forum jurnalis kemarin, William menjelaskan, supaya MRT bisa mengelola sepenuhnya kawasan transit di 13 stasiun di sepanjang fase I, maka akan ada revisi atas Pergub No.140 Tahun 2017 tersebut. “Kami menunggu revisi itu,” jelasnya.
Revisi pergub itu akan memberikan penguatan terhadap hal-hal yang harus dilakukan oleh operator utama (MRT Jakarta) sebagai perpanjangan tangan pemerintah provinsi. Di antaranya seperti fasilitas dengan para pemangku kepentingan, pengawasan (monitoring) pelaksanaan pembangunan, juga rencana induk (masterplan).
Dengan pengelolaan penuh seluruh kawasan transit, bisa dikatakan MRT Jakarta akan mendapat pemasukan nontiket (non fare box) dari pengelolaan TOD itu. Pemasukan dari TOD, bisa dipergunakan untuk membiayai pengembangan jaringan trek/trase MRT fase selanjutnya atau dikembalikan untuk pembangunan kembali kawasan TOD.
Sambil menunggu revisi pergub, saat ini MRT Jakarta mengembangkan konsep TOD di sejumlah stasiun MRT. Konsep yang disiapkan utamanya untuk pengembangan TOD di kawasan sekitar stasiun layang MRT mulai dari Stasiun Asean hingga Stasiun Lebak Bulus.
Di Stasiun Lebak Bulus, MRT Jakarta akan mengembangkan transit plaza. Transit plaza itu terletak di dekat Stasiun Lebak Bulus dan tepat di depan Poin Square. Di titik itu, pengendara dan transportasi umum dapat dengan mudah menaikkan dan menurunkan penumpang.
Lalu dalam rancangan yang sudah disusun, antara stasiun dan pusat perbelanjaan Poins Square akan dihubungkan dengan skywalk atau jembatan penghubung untuk pedestrian, sepanjang 200 meter. Jembatan penghubung yang dilengkapi dengan elevator atau lift itu akan memudahkan pergerakan orang dari stasiun ke pusat perbelanjaan dan sebaliknya.
Interkoneksi itu akan serupa dengan yang sudah dibangun, yaitu di Stasiun Blok M yang saat ini telah terhubung dengan Blok M Plaza.
William melanjutkan transit plaza tersebut membutuhkan waktu 5-6 bulan untuk pembangunan. Pengerjaan transit plaza seluas 1.500 meter persegi tersebut dikerjakan oleh pihak pengembang pengelola Poins Square.
Selanjutnya, konsep TOD lain yang disiapkan adalah untuk kawasan sekitar Stasiun Blok M dan Stasiun Asean. Dua titik transit itu akan dikembangkan menjadi satu kesatuan dan berkonsep garden city. “Mungkin di bulan Juli atau Agustus akan dimulai di Blok M,” jelas William.
Setelah mengembangkan ketiga lokasi tersebut, PT MRT Jakarta akan melanjutkan pengembangan di Stasiun Fatmawati dan Stasiun Haji Nawi. Untuk Stasiun Haji Nawi, pengembangan kawasan akan berbasis komunitas.
“Kami berharap, aktivitas tetap bisa dipertahankan dan di sepanjang area itu kami akan hadirkan tema. Bakal ada kegiatan lokal yang inklusif dan aktif,” jelasnya.
Stasiun bawah tanah
Adapun pengembangan TOD di stasiun MRT yang terletak di bawah tanah, mulai dari Stasiun Senayan hingga Stasiun Bundaran HI, dijelaskan William, lebih sulit dibandingkan stasiun layang. Itu karena kawasan di sekitar stasiun bawah tanah MRT merupakan kawasan yang sudah lebih berkembang dibandingkan kawasan di sekitar stasiun-stasiun layang yang terletak di selatan Jakarta.
Untuk itu, imbuh William, PT MRT Jakarta sedang membangun kerja sama dengan pihak-pihak pemilik gedung di sekitar stasiun MRT bawah tanah untuk pembangunan interkoneksi.
“Nantinya juga pasti ada pengembangan kawasan, tapi masih sangat panjang. Itu karena konsolidasi lahan di daerah yang stasiunnya bawah tanah lebih kompleks,” ujar William.
William mencontohkan seperti di sekitar Stasiun Dukuh Atas, MRT Jakarta saat ini baru mengembangkan area publik seperti melakukan pedestrianisasi dan belum melakukan penataan atas ruang privat.
Ketepatan waktu
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi menambahkan, untuk layanan penumpang, pihaknya membuat evaluasi dari aspek ketepatan waktu.
Ketepatan waktu kedatangan kereta antarstasiun mencapai 99,95 persen. Dari aspek ketepatan waktu tempuh kereta MRT Jakarta tercatat 100 persen. Lalu dari aspek ketepatan waktu berhenti di stasiun mencapai 100 persen.
Dengan upaya keras menghadirkan layanan prima tersebut, jumlah penumpang MRT Jakarta mencapai lebih dari 100.000 penumpang pada 21 sampai dengan 23 Juni 2019. “Rata-rata penumpang di Juni 2019 sebanyak 80.406 orang,” jelas Effendi.
Pihaknya optimistis tahun 2019 ini akan bisa mencapai 100.000 penumpang per hari dengan berbagai upaya promosi dan kegiatan.
Berita ini termuat dalam sumber : https://kompas.id/baca/utama/2019/06/27/mrt-jakarta-siap-kembangkan-kawasan-di-sekitar-stasiun-layang/