Jakarta, 25 Juni 2019 – Forum bulanan yang mengajak seluruh stakeholder terkait dalam mengatasie permasalahan DKI Jakarta. Forum kali ini merupakan upaya mengawal kualitas udara Jakarta yang mulai mengkhawatirkan. Tujuan adanya forum ini untuk berbagi informasi dan pengetahuan tentang polusi udara Jakarta sehingga ditemukan satu titik temu akan permasalahan dan kesepakatan bersama bagaimana solusi kedepan untuk DKI Jakarta dalam menghadapi masalah polusi udara.
Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (TRLH) Dr. Ir. Oswar Muadzin Mungkasa, MURP yang juga merupakan CRO Jakarta Kebertahanan dan dengan didampingi Asisten Deputi bidang Lingkungan Hidup kali ini mengajak pihak terkait untuk berdiskusi lebih lanjut. Rapat mengundang : Green Peace Indonesia, Center for Indonesian Medical Students Activities(CIMSA), Perusahaan Listrik Negara PT.PLN, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perhubungan (DISHUB), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung, Dewan Riset Daerah DKI Jakarta, Yayasan CERAH Jakarta dan Tim Jakarta Berketahanan.
Green peace dalam pemaparannya menunjukan bahwa kualitas udara Jakarta tidak sehat yang diambil memalui sumber AQI 14 Juni 2019 menempati peringkat 1 dengan kualitas terburuk, ini bersesuaian dengan data 3 tahun terakhir terus mengalami penurunan kualitas udara. Mereka menyebutkan bahwa penyebab terbesar kualitas udara terus memburuk bukan karena transportasi karena pada saat h-1 lebaran dan turunya pengguna transportasi sebesar 8% namun data menunjukan tetap dalam kondisi yang buruk padahal saat itu Jakarta lebih sepi dari biasanya. Menganalisa pergerakan Asap PLTU Batu bara disekitar jakarta mengaitkan dengan melakukan permodelan terhadap kondisi udara dan dampak yang timbulkan dari emisi yang dihasilkan dengan kabar akan ditambah 7 PLTU baru membuat mereka berasumsi Jakarta akan terus memburuk kualitas udaranya. Beberapa pernyataan kualitas udara di Jakarta :
- Kualitas udara jakarta terus memburuk dan menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di Asia Tenggara.
- PLTU Batu Bara merupakan salah satu sumber yang berkontribusi besar terhadap buruknya kualitas udara Jakarta.
- Polusi udara tidak mengenal batas administrasi, oleh karena itu polusi udara harus diselesaikan bersama oleh beberapa pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
PLN menyebutkan bahwa kebutuhan listrik DKI Jakarta 5800MW dan kita sudah supply 4200MW dari PLTG dan sisanya masih PLTU namun dengan teknologi baru yang bisa menyerap emisi sebelum dilepaskan ke udara. Sudah banyak inovasi seperti memberikan kemudahan untuk pemasangan sollar cell, bus listrik, power bank pengganti genset perlahan PLN terus merubah energinya lebih ramah lingkungan.
DLH DKI Jakarta menunjukan data yang berbeda dengan green peace karena standar pengukuran yang digunakan greenpeace menggunakan WHO dengan PM2,5 sementara DLH perpatokan dengan Peraturan yang berlaku di Indonesia sehingga kualitas udara Jakarta masih dikatakan batas aman
Seharunya ada kesepakatan bersama dalam penggunaan data sehingga LSM dan Pemerintah memiliki data yang sama dan ada baiknya pengukuran dilakukan di 26 titik sesuai standar bukan hanya di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan yang dilakukan oleh greenpeace karena tidak bisa mewakili secara general DKI Jakarta, kedepan kita bisa mengadakan alat pemantau lebih banyak dan lebih baik statistik penyakit disekitar PLTU dicari karena lebih spesifik dan lagi semoga kedepan Pemerintah, LSM, BUMN dan pemangku kepentingan lain memiliki komitmen yang sama untuk menyelesaikan masalah ini serta turut aktif dalam mengatasi masalah.
Point Penting yang harus ditindaklanjut adalah yaitu penyedian alat pemantau harus ditambah karena emisi merupakan masalah penting bersama, kesepakatan PM di Jakarta harus segera dirumuskan dan akan ada sesi kerja diharapkan peran aktif semua dalam pembuatan grand design dalam mengatasi masalah polusi udara ini.
