JAKARTA, KOMPAS — Stasiun Juanda, Gambir, Jakarta Pusat, bisa menjadi contoh dalam berbagi ruang antara berbagai moda transportasi. Ini berdampak pada keteraturan lalu lintas di sekitar area stasiun.
Di tempat itu, semua jenis moda transportasi, baik ojek daring, ojek konvensional, hingga bajaj memiliki titik kumpul berbeda-beda untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Pantauan Kompas, sejak pukul 06.00 hingga pukul 09.00, Rabu (24/7/2019), lalu lintas di sekitar Stasiun Juanda, terutama Jalan Ir H Juanda dekat Halte Transjakarta Juanda mengalir tanpa ada hambatan.
Kelompok pengojek daring menunggu penumpang di depan bangunan yang bertuliskan PT Haji La Tunrung AMC. Pengemudi ojek daring memanfaatkan sekitar dua meter tepi Jalan Ir H Juanda. Kendaraan para pengojek daring diparkirkan dengan cukup teratur, sehingga tidak begitu mengganggu arus lalu lintas di sekitar Jalan Ir H Juanda dari arah Halte Bus Transjakarta Harmoni.
Sementara itu, tepat di depan Stasiun Juanda, tersedia ruang kosong dengan luas sekitar 50 meter persegi yang menjadi tempat berkumpulnya pengemudi ojek konvensional.
Adapun moda transportasi bajaj menunggu penumpang dengan memanfaatkan sebagian tepi Jalan Ir H Juanda I atau jalan yang berada di sebelah kiri pintu keluar Stasiun Juanda.
Abdul (35), salah satu pengemudi ojek daring di sekitar Stasiun Juanda mengatakan, sejak awal mereka sudah menjalin kesepakatan dengan para pengemudi ojek konvensional untuk tidak menaikkan penumpang tepat di depan area stasiun atau berjarak sekitar 20-30 meter dari pintu keluar stasiun Juanda.
Meski demikian, Abdul sadar tempat menunggu penumpang ojek daring itu merupakan kawasan yang sebenarnya tidak diperbolehkan untuk parkir.
“Ini, kan, memang jalan umum. Tetapi mau di mana lagi, kalau bukan tunggu di sini. Mau tidak mau, ya, di sini,” katanya.
Abdul menambahkan, karena kawasan itu tidak diperbolehkan untuk parkir, mereka berupaya untuk tertib saat menunggu penumpang. Tujuannya agar tidak menimbulkan kesemrawutan lalu lintas yang bisa mengusik kenyamanan pihak lain.
Rohim (45), tukang ojek konvensional menambahkan, mereka memilih untuk menunggu penumpang tepat di dekat pintu keluar stasiun lantaran kalah bersaing dengan pengojek daring.
Mereka mengklaim lebih berhak ada di dekat stasiun karena sudah lama berprofesi sebagai tukang ojek sebelum kemunculan transportasi ojek berbasis aplikasi.
Beda jalur
Dengan adanya ruang terpisah antara pengemudi bajaj, ojek daring, dan ojek pangkalan, maka tidak ada perebutan penumpang antara sesama moda transportasi di sekitar stasiun itu.
Penumpang yang melanjutkan perjalanan menggunakan trasnportasi umum bus Trasnjakarta, ketika keluar dari stasiun langsung menuju halte Transjakarta dengan mengakses jembatan penyeberangan orang (JPO) yang terhubung dengan Stasiun Juanda.
Sementara itu, bagi warga yang melanjutkan perjalanan menggunakan ojek daring, harus berjalan sekitar 20-30 meter ke tempat kumpul para pengojek daring. Adapun bagi pejalan kaki, diarahkan petugas keamanan stasiun untuk melintas di tepi Jalan Ir H Juanda II yang bebas dari parkiran kendaraan bermotor.
Lhory Felisia (25), salah satu pengguna kereta komuter mengatakan, belum pernah melihat terjadinya kesemrawutan lalu lintas yang cukup parah di sekitar Stasiun Juanda. Sebab, penumpang yang keluar dari Stasiun Juanda juga sudah ada jalurnya masing-masing sesuai pilihan transportasinya.
“Kalau (pejalan kaki) mau menyeberang juga, kan, ada JPO. Makanya tidak mengganggu lalu lintas di jalan,” kata karyawan mini market di kawasan Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat, itu.
Berita termuat dalam sumber : https://kompas.id/baca/utama/2019/07/24/moda-transportasi-berbagi-ruang-lalu-lintas-di-juanda-tak-semrawut/