JAKARTA, KOMPAS — Dinas Perhubungan DKI Jakarta belum memproyeksikan berapa banyak warga akan beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum akibat perluasan area ganjil-genap di 16 ruas jalan baru mulai pada 9 September 2019. Selain itu, kebutuhan fasilitas angkutan umum di jalan yang bakal terkena aturan ganjil-genap itu juga masih dievaluasi.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta Priyanto di Jakarta, Selasa (13/8/2019). Masa sosialisasi yang berlangsung hingga 8 September 2019 bertujuan untuk evaluasi apabila jalan-jalan itu perlu penambahan armada angkatan umum.
”Sementara ini belum ada rencana untuk menambah armada angkutan umum. Uji coba perluasan ganjil-genap baru dua hari. Dengan sejumlah armada yang ada saat ini, nanti akan dievaluasi terkait kebutuhannya,” kata Priyanto.
Berdasarkan pengamatannya selama dua hari perluasan ganjil-genap diuji coba, kondisi lalu lintas di beberapa lokasi, seperti persimpangan Jalan Fatmawati dan Jalan Pramuka, mengalami penurunan jumlah kendaraan yang melintas. ”Kami akan pastikan apakah penurunan ini karena warga beralih ke angkutan umum atau kendaraan lain? Perlu dipastikan,” tambah Priyanto.
Menurut Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu mengkaji dan memastikan seberapa besar dampak perluasan ganjil-genap terhadap perpindahan warga dari kendaraan pribadi ke kendaraan lainnya, seperti angkutan umum atau layanan transportasi daring. ”Minimal tahu perkiraannya ada berapa orang yang berpindah,” katanya.
Perlu diperbaiki
Baginya, fasilitas angkutan umum perlu terus diperbaiki dan ditingkatkan kenyamanan serta perkiraan waktu dari suatu tempat ke tempat lain (headway). Angkutan umum sering kali memakan lebih banyak waktu daripada kendaraan pribadi. Akibatnya, moda transportasi lain, seperti melalui aplikasi daring ataupun kendaraan umum, masih menjadi pilihan favorit sebagian besar warga.
”Walaupun ada angkutan umum, saya yakin warga tetap memilih angkutan daring. Fasilitas angkutan umum masih perlu dipersiapkan secara lebih matang,” ujar Alfred.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menambahkan, selain membatasi kendaraan melalui sistem ganjil-genap, pemerintah juga tengah menyusun aturan mengenai peningkatan tarif parkir. Hal itu dilakukan untuk menekan kepadatan lalu lintas di saat ganjil-genap tidak berlaku. Dalam sehari, ada waktu bebas ganjil-genap selama 6 jam, yakni pukul 10.00-16.00 WIB.
”Jadi, parkir ke depan akan menjadi instrumen pengendalian lalu lintas. Dalam konsep transportation demand management, salah satu caranya adalah menaikkan tarif parkir,” ujar Syafrin.
Syafrin berharap, dengan cara demikian, pemerintah mampu mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi umum. Apalagi, pada tahun 2020, Pemerintah DKI Jakarta akan memperketat aturan uji emisi bagi seluruh kendaraan yang melintas di Ibu Kota. Jika kendaraan tak lolos uji emisi, akan ada pembebanan disinsentif berupa biaya parkir yang lebih mahal dibanding tarif normal.
”Jadi bisa double-double mahalnya tarif parkir kalau mereka tetap bawa mobil dan tak uji lolos uji emisi,” tutur Syafrin.
Aturan kenaikan tarif parkir itu akan disertakan dalam instruksi gubernur tentang kebijakan ganjil-genap yang baru. ”Jadi, penerapannya akan lebih cepat, bukan per awal tahun nanti. Tetapi, paralel dengan kebijakan ganjil-genap,” katanya.
Seperti diketahui, dalam perluasan sistem ganjil genap yang baru berlaku dua periode waktu, pada pagi hari mulai pukul 06.00-10.00 WIB, dan pada sore hari mulai pukul 16.00-21.00 WIB. Kebijakan tersebut hanya berlaku Senin sampai Jumat, sementara pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu, serta hari libur nasional, ganjil-genap tidak berlaku.
Berita termuat dalam Sumber : https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/08/13/dampak-perluasan-ganjil-genap-belum-dikaji-sepenuhnya/