JAKARTA, KOMPAS – Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menggelar kampanye Jalan Hijau di terowongan Jalan Kendal, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2019). Kampanye berjalan kaki di titik awal berangkat (first mile) dan perpindahan ke titik terakhir tujuan (last mile) itu dilakukan untuk mewujudkan transportasi massal yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, dalam sistem transportasi perkotaan, non motorized transportation (NMT) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penggunaan transportasi umum. NMT bisa berupa berjalan kaki maupun bersepeda yang dapat dilakukan pada tahapan first mile maupun last mile.
Penggunaan angkutan umum secara massal otomatis akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Sedangkan aktivitas berjalan kali pada first mile maupun last mile akan menghindarkan penggunaan kendaraan bermotor sebagai alat pengumpan (feeder). Selama ini, alat pengumpan yang banyak digunakan warga ibu kota adalah ojek online (ojol).
“Rangkaian aktivitas mulai dari berjalan kaki atau bersepeda hingga berpindah moda transportasi massal secara langsung akan berdampak pada pengurangan kemacetan. Kadar emisi gas buang di udara akibat penggunaan kendaraan bermotor juga akan berkurang sehingga kualitas udara perkotaan meningkat,” ujar Bambang.
BPTJ mengajak masyarakat berpartisipasi dalam mewujudkan sistem transportasi berkelanjutan melalui kampanye jalan hijau. Kampanye tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat terbiasa berjalan kaki dan memanfaatkan angkutan umum massal sebagai transportasi ramah lingkungan.
Pesan persuasif melalui poster ajakan berjalan kaki disampaikan melalui media poster yang dibawakan oleh taruna-taruni Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD). Para taruna-taruni membawa poster ajakan berjalan kaki dan bersepeda di sejumlah titik di antaranya Bekasi, dan Depok.
“Kegiatan kampanye budaya berjalan kaki ini akan dilaksanakan selama satu minggu dan dimulai pada 19 Agustus 2019. Rangkaian kegiatan ini akan dilakukan di beberapa titik di Jakarta, Depok, dan Bekasi,” imbuh Bambang.
Dua hal yang melatarbelakangi kampanye jalan hijau ini adalah isu transportasi dan isu lingkungan/kesehatan. Jakarta dan kota di sekitarnya saat ini masih mengalami tingkat kemacetan yang semakin parah.
Meskipun muncul moda transportasi massal paling modern seperti LRT dan MRT, kenyataannya angka pengguna kendaraan pribadi masih tinggi. Bambang menyebutkan, bahkan dalam jarak dekat yang semestinya bisa ditempuh dengan berjalan kaki, masyarakat lebih memilih sepeda motor.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan, orang Indonesia sangat minim dalam hal berjalan kaki. Rata-rata hanya 3000 langkah/hari. Padahal, seharusnya minimal 6.000 langkah per hari atau idealnya 10.000 langkah/hari. Kondisi ini menyebabkan faktor resiko terkena penyakit non infeksi karena kurang gerak fisik. Data dari Kemenkes menunjukkan penyakit non infeksi karena kurang gerak fisik meningkat dari semula 26,1 % (2017) menjadi 33,5 % (2018).
Adapun dari sisi kesehatan, tingkat polusi di Jakarta selalu menunjukkan angka buruk pada musim kemarau ini. Jika terus dibiarkan, dampaknya terhadap kesehatan akan semakin serius.
Berdasarkan pemantauan situs AirVisual, kondisi indeks kualitas udara di Jakarta hampir selalu tidak sehat. Hari ini, Senin (19/8/2019), Jakarta kembali menempati peringkat pertama kualitas udara terburuk dibandingkan kota besar lainnya di dunia. Indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta sebesar 164 atau dalam kategori merah.
“Inilah kondisi polusi udara yang ada di Jakarta. Oleh karena itu, momen ini kami gunakan untuk berkampanye supaya orang mulai menggunakan dengan berjalan kaki untuk poin-poin terdekat,” kata Bambang.
Berita ini termuat dalam sumber : https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/08/19/bptj-kampanyekan-jalan-hijau/