Perhelatan besar dua tahunan, World Cities Summit kembali digelar di Singapura sepanjang pekan ini bersamaan dengan dua acara lain, yaitu Singapore International Water Week dan Clean Enviro Summit Singapore.
Acara ini-seperti dilaporkan wartawan Kompas, Neli Triana, dari Singapura-menjadi tempat bertemunya pemimpin dunia, khususnya pengelola kota, dengan pihak swasta dan organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang energi terbarukan dan inovasi teknologi ramah lingkungan.
Presiden Singapura Tony Tan Keng Yam saat membuka rangkaian acara dan menyambut para peserta World Cities Summit (WCS) 2016 di Marina Bay Sands Convention Hall, Minggu (10/7), menegaskan, kota-kota di dunia tumbuh cepat. “Menjadi kota berkelanjutan saja sekarang tidak cukup. Dengan adanya potensi bencana dampak dari perubahan iklim, seperti Singapura yang menghadapi ancaman kenaikan muka air laut, kita semua butuh menjadi kota yang berketahanan,” kata Tony.
Dr Judith Rodin, Presiden Yayasan Rockefeller saat menjadi pembicara dalam diskusi “City Solutions Singapore”, Senin (11/7), mengungkapkan, apa yang dilakukan negara berbasis kota seperti Negeri Singa itu patut dicontoh.
“Saat ini, ada lebih dari 500 kota besar di dunia yang sedang dalam proses pembangunan infrastruktur baru atau membangun lagi infrastruktur yang telah ada. Sebagian dari mereka, sekitar 20 persen saja, yang mampu membiayai pembangunan dengan baik,” kata Judith.
Singapura adalah salah satu kota yang bisa memaksimalkan sumber daya manusia dan kawasannya yang terbatas menjadi “macan” yang disegani di tingkat internasional. Sementara banyak kota lain terjebak permasalahannya sendiri dan susah mencari solusi jangka pendek ataupun jangka panjang karena mereka tidak tahu ada jalan keluar untuk problemnya.
Untuk itu, kata Judith, setiap pengelola kota wajib membuka wawasan dengan bergaul sebanyak mungkin dengan sesama pengelola kota lain juga pihak-pihak lain yang bisa saling berbagi ide, pengalaman, dan jalan keluar untuk urusan pembiayaan pembangunan.
Mencari solusi
Singapura, sebagai salah satu kota termaju dan terkaya di dunia, menjadi salah satu acuan bagi kota lain. Negara berbasis kota tersebut kini tengah bergelut mengatasi potensi bencana akibat terus naiknya muka air laut. Singapura terancam banjir berkala, masuknya air laut ke daratan, dan pasti makin berkurangnya air untuk keperluan konsumsi. “Untuk itu, sudah beberapa tahun ini kami mencanangkan program NEWWater,” kata Judith.
Menurut Tony, seperti juga ditegaskan kembali oleh Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Managing Director WCS Ng Lye Hock Larry, program NEWWater adalah pembangunan infrastruktur yang diperlukan, fisik maupun nonfisik, untuk memanen air hujan dan mengolahnya untuk konsumsi, meningkatkan program desalinasi air laut, juga menambah reservoir untuk menampung air kotor yang kemudian diolah menjadi air konsumsi.
“Kami juga melanjutkan menambah area hijau seluas-luasnya untuk menahan air bersih di daratan serta mengurangi panas karena kami berada di daerah tropis, juga menjamin udara bersih,” tutur Larry.
Larry menegaskan, perlu bagi setiap kota, baik pemerintah, warga, maupun pihak swasta terkait, tahu persis masalah apa yang mereka hadapi bersama. “Petakan juga potensi kotamu. Modal sosial, yaitu warga kota dan budaya mereka, adalah kunci meraih kesuksesan. Jadi, pertahankan sisi kekhasanmu, ketradisionalanmu, karena itu potensi. Cuma kelolalah dengan baik,” kata Larry.
Pembangunan Jakarta
Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Penataan Kawasan dan Lingkungan Oswar Muadzin Mungkasa yang hadir di WCS 2016 mewakili Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan akan berbagi isu soal program NCICD di Teluk Jakarta, termasuk 17 pulau reklamasi yang di Tanah Air telah memicu perdebatan panjang hingga ke ranah hukum.
Sutardi dari Kemitraan Air Indonesia saat ditemui di konvensi turut menegaskan bahwa sebagian masyarakat dan mereka yang duduk di pemerintahan belum menyadari potensi bencana dampak perubahan iklim.
“Indonesia sejak 10-15 tahun silam, bahkan sebelumnya, sudah punya banyak masterplan pembangunan kota yang telah memikirkan ancaman potensi bencana ataupun perkembangan kota. Namun, lihat saja, rencana mass rapid transit di Jakarta saja baru sekarang dilakukan, terus revitalisasi sungai dan drainase juga lamban terealisasi. Juga rencana reklamasi yang kini jadi isu hangat,” katanya.