JAKARTA, KOMPAS — Kepulauan Seribu direpotkan dengan persoalan sampah. Kondisi itu bisa berdampak pada turunnya kunjungan wisatawan. Bekerja sama dengan pihak swasta, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu mulai melakukan sejumlah langkah untuk menjadi pulau nol sampah.
Ada tiga jenis sumber sampah di Kepulauan Seribu, yaitu sampah yang berasal dari laut, pulau, dan sampah kiriman dari Jakarta. Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Seribu Yusen Hardiman, Sabtu (29/6/2019), mengungkapkan, dalam sehari, ada 40 ton sampah di wilayah Kepulauan Seribu.
Jika dirinci, sampah yang dihasilkan masyarakat Kepulauan Seribu mencapai 17,37 ton sampah. Sementara sampah yang dihasilkan wisatawan 1,6 ton sampah per hari.
Dalam sehari, ada 40 ton sampah di wilayah Kepulauan Seribu.
Sampah kiriman menjadi penyumbang sampah terbanyak di Kepulauan Seribu. Total ada sembilan sungai yang mengalirkan sampah ke Kepulauan Seribu. Sebanyak 7 sungai dari DKI Jakarta, 1 sungai dari Banten, dan 1 sungai dari Bekasi. Setiap sungai itu membawa sampah seberat 7 ton. ”Sampah kiriman menjadi persoalan klasik di sini,” ujar Yusen.
Pegiat lingkungan dari Kepulauan Seribu, Mahariah (49), mengatakan, Kepulauan Seribu mendapat tekanan luar biasa dari luar dan dalam, terutama soal penanganan sampah.
Dari 110 pulau di Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka merupakan pulau yang mendapat tekanan terberat. Statusnya sebagai pulau konservasi, pusat pemerintah, dan permukiman membuat penanganan sampah menjadi tak mudah. Ada banyak perspektif dan kepentingan berkelindan sekaitan dengan upaya penanganan sampah di Pulau Pramuka.
”Sosialisasi ke masyarakat menjadi lebih sulit karena banyak kepentingan di Pulau Pramuka. Orang konservasi inginnya beda dan orang pariwisata keinginannya berbeda. Sementara kami pegiat lingkungan ingin bangun konsep pariwisata berkelanjutan,” ujarnya.
Persoalan sampah ini dikhawatirkan akan berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan di Kepulauan Seribu.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada 2015 tercatat ada 801.421 wisatawan domestik berkunjung ke Kepulauan Seribu. Jumlah tersebut turun menjadi 759.027 wisatawan pada 2016 dan meningkat kembali pada 2017 menjadi 769.581 wisatawan domestik.
Kepala Bidang Area 1 Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional 2 Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Wastuti menyampaikan, persoalan sampah di Kepulauan Seribu mulai disorot oleh para wisatawan. Untuk itu, pemerintah akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pemerintah kabupaten dalam mengatasi permasalahan sampah.
”Salah satu upaya yang pemerintah lakukan dengan kampanye larangan menggunakan plastik sekali pakai,” ujarnya.
Larangan
Langkah serupa juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu. Bupati Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Husein Murad telah memulai kampanye stop penggunaan kemasan dan sedotan plastik di 13 satuan kerja perangkat daerah.
Pemkab melarang penggunaan kemasan tak ramah lingkungan dalam setiap acara sehari-hari dan kedinasan. Seruan ini telah berlaku setidaknya dalam setahun terakhir.
Selain itu, Pemkab Kepulauan Seribu juga bekerja sama dengan pihak swasta. Salah satunya dengan menggandeng PT Astra International Tbk menggelar Jambore Nasional Adiwiyata pada Sabtu. Jambore mengangkat tema ”Pulauku Nol Sampah”.
Dalam jambore ini, para peserta yang berasal dari 13 provinsi berkumpul di Kepulauan Seribu untuk belajar cara mengolah sampah dan mengubahnya menjadi barang bernilai ekonomi.
Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Pramuka, dipilih sebagai tuan rumah jambore karena konsep pulau nol sampah yang ditawarkan bupati. Mengubah sampah menjadi barang bernilai ekonomi telah dilakukan masyarakat Pulau Pramuka.
Para peserta yang berasal dari 13 provinsi berkumpul di Kepulauan Seribu untuk belajar cara mengolah sampah dan mengubahnya menjadi barang bernilai ekonomi.
Di beberapa titik pulau dapat ditemukan sejumlah benda-benda hasil kerajinan tangan buatan warga. Ada keranjang sampah dan kursi yang terbuat dari botol air mineral.
”Warga kami arahkan untuk mendaur ulang sampah,” ujar Husein.
Mahariah mengungkapkan, Kepulauan Seribu tak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA). Selama ini sampah-sampah di Kepulauan Seribu diangkut menggunakan kapal laut dan dikirim ke TPA Bantargebang.
Menurut Mahariah, untuk satu kali pengangkutan sampah ke Bantargebang menelan biaya puluhan juta rupiah. Oleh sebab itu, ia bersama-sama dengan pemkab berupaya mengedukasi masyarakat untuk membiasakan diri mengolah sampah.
Dengan begitu, volume sampah yang dihasilkan warga bisa ditekan. Pada akhirnya frekuensi pengiriman sampah ke Bantargebang pun kian berkurang.
Berita dalam sumber : https://kompas.id/baca/utama/2019/06/29/kepulauan-seribu-menuju-nol-sampah/