JAKARTA, KOMPAS – Tim studi Proyek Integrasi Kebijakan Transportasi Perkotaan Jabodetabek Tahap 2 atau JUTPI 2, merekomendasikan agar Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) direvisi guna mengantisipasi lonjakan jumlah penduduk yang berimbas pada lalu lintas di kawasan ini. Salah satu usulannya, peningkatan jenis angkutan umum.
Anggota tim JUTPI 2, Sadayuki Yagi, Selasa (6/8/2019), menuturkan, pihaknya menganalisis kepadatan penumpang angkutan di tiga koridor: Tangerang-Jakarta, Bogor-Jakarta, dan Bekasi-Jakarta.
Pada 2018, di koridor Tangerang-Jakarta, ada kebutuhan 500.000 penumpang per hari baik mereka yang bertujuan ke Jakarta maupun ke Tangerang. Adapun kapasitas angkutan, baik angkutan jalan maupun rel, hanya 300.000 penumpang per hari per dua jalur. Rasio volume per kapasitas (V/C) di koridor ini adalah 1,7. Nilai V/C di atas 1 berarti melebihi kapasitas.
Untuk koridor Bogor-Jakarta, nilai V/C 2,1 dan Bekasi-Jakarta 4,9.
Tim JUTPI 2 lantas menghitung V/C jika pemerintah menjalankan RITJ. Hasilnya, V/C koridor Tangerang-Jakarta 1,4; di Bogor-Jakarta 1,8; dan di Bekasi-Jakarta 1,5.
“Kami menyimpulkan, rencana jaringan dalam RITJ, meski sudah komprehensif, tetap tidak memadai untuk mengakomodasi kebutuhan di masa depan,” ujar Yagi dalam Seminar Umum Rencana Induk Transportasi Perkotaan Jabodetabek. Seminar diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama JUTPI 2.
Menurut Yagi, kapasitas jalur angkutan salah satunya ditentukan pilihan moda transportasi massalnya. Ia menyebutkan, jika suatu jalur digunakan 50.000 penumpang per hari atau lebih, sarana yang cocok adalah MRT.
Karena itu, ia merekomendasikan ada peningkatan jenis moda transportasi di RITJ, misalnya dari bus rapid transit (BRT) semacam Transjakarta menjadi kereta ringan (LRT), serta dari LRT menjadi MRT.
Contohnya, dalam RITJ sesuai Perpres 55 Tahun 2018, hingga 2029 ditargetkan sudah ada dua koridor MRT, yaitu koridor utara-selatan Kampung Bandan-Lebak Bulus sepanjang 23 km serta koridor barat-timur Kalideres-Ujung Menteng 34 km, sehingga total ada 57 km jalur MRT.
Hasil studi JUTPI 2 merekomendasikan, jalur MRT ditambah dengan rute Kota-Bandara Soekarno-Hatta 20 km, rute Bandara Halim Perdanakusuma-Joglo 22 km, serta Bintaro-Kampung Rambutan 18 km. Dengan demikian, total jalur MRT tahun 2029 sepanjang 117 km.
Akomodasi perubahan
Pemimpin Proyek JUTPI 2 Junkichi Kano mengatakan, berdasarkan studi, RITJ mesti direvisi karena situasi berubah setiap waktu. “Kita harus mengakomodasi dinamika sosial tersebut,” katanya.
JUTPI 2 merupakan program kerja sama Kemenko Perekonomian dengan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA) sejak 2014. Tujuannya, mengembangkan fungsi institusi administratif dengan mendorong pengembangan kapasitas dan kerja sama antar organisasi yang terlibat pelaksanaan sistem transportasi Jabodetabek.
Hasil studi tim menunjukkan, populasi penduduk Jabodetabek berpotensi melonjak jadi 45,3 juta orang tahun 2035. Jumlah itu naik 36,8 persen dalam 18 tahun, karena pada 2017 populasi diperkirakan 33,1 juta orang.
Data Pusat Penelitian dan Pengembangan Darat dan Perkeretaapian Balitbang Kemenhub, pada 2003, ada 37,3 juta perjalanan di Jabodetabek per hari, lalu naik menjadi 59 juta per hari pada 2010. Studi JUTPI 2 berlandaskan pada angka 90 juta-100 juta perjalanan per hari.
Direktur Angkutan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Aca Mulyana mengatakan, hasil studi tim JUTPI 2 sebagai usulan revisi RITJ bakal dipertimbangkan. Namun, ia menekankan, implementasi serta revisi RITJ membutuhkan peran aktif berbagai instansi dan pemerintah daerah.
Terdapat sebelas pemda yang mesti mengacu RITJ dalam menyusun kebijakan di wilayah masing-masing, yaitu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemprov Jawa Barat, Pemprov Banten, Pemerintah Kota Bogor, Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemkot Depok, Pemkot Tangerang, Pemkot Tangerang Selatan, Pemkab Tangerang, Pemkot Bekasi, dan Pemkab Bekasi.
Berita ini termuat dalam Sumber : https://kompas.id/baca/utama/2019/08/07/jenis-angkutan-umum-perlu-ditingkatkan/