JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terus mendorong kolaborasi lintas sektor dalam pengendalian pencemaran sungai. Upaya ini dilakukan sebagai bagian dari langkah strategis memperbaiki kualitas air secara terpadu di lima sungai utama Jakarta, yakni Sungai Ciliwung, Cipinang, Sunter, Cideng, dan Grogol.
Bekerja sama dengan Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (LEMTEK UI), DLH melakukan inventarisasi beban pencemar di kelima sungai tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa pengolahan limbah domestik jenis black water—air limbah dari toilet yang mengandung tinja, urine, dan bahan organik—sudah relatif baik, dengan tingkat pengolahan mencapai 95 hingga 98 persen. Namun, kondisi berbeda terjadi pada limbah grey water, yakni air limbah dari aktivitas mencuci, mandi, dan memasak, yang sebagian besar masih dibuang langsung ke sungai tanpa pengolahan.
“Grey water yang belum terolah masih sangat tinggi, yaitu 95 persen di Ciliwung, 91 persen di Cipinang, 87 persen di Sunter, 62 persen di Cideng, dan 80 persen di Grogol. Ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan air limbah domestik kita masih belum menyentuh seluruh aspek,” ujar Peneliti LEMTEK UI, Mochamad Adhiraga Pratama.
Ia juga mencatat bahwa pencemaran sungai semakin diperparah oleh aktivitas dari UMKM, pasar tradisional, kegiatan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang melakukan pemotongan unggas, hingga kegiatan peternakan yang belum memiliki sistem pengolahan air limbah.
Kepala Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup Setda Provinsi DKI Jakarta, Iwan Kurniawan, menegaskan bahwa sungai memiliki fungsi vital bagi ekologi dan sosial masyarakat kota. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta terus menunjukkan komitmennya dalam memperbaiki kualitas badan air melalui program-program seperti Jakarta Bebas Sampah, Jakarta Sadar Sampah, Naturalisasi Sungai, Grebek Lumpur, serta penguatan pengawasan terhadap sumber pencemar dan implementasi Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
“Masalah kualitas air ini tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja. Diperlukan kolaborasi nyata antara pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, dan akademisi untuk menjadikan sungai-sungai di Jakarta lebih bersih, sehat, tangguh, dan berdaya saing global,” ujar Iwan saat sambutan pembukaan mewakili Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menyatakan bahwa sumber pencemar terbesar, selain dari sektor domestik, berasal dari kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah yang masuk kategori wajib SPPL. Usaha-usaha seperti bengkel, laundry, rumah makan, percetakan, hingga rumah potong hewan, walaupun berskala kecil, jika tidak memiliki sistem pengolahan air limbah yang memadai, akan memberikan dampak signifikan terhadap pencemaran air.
“Maka dari itu, DLH bersama lintas OPD hingga tingkat kecamatan terus memperkuat pengawasan dan pembinaan kepada pelaku usaha skala kecil, agar pengolahan air limbahnya sesuai ketentuan. Ini merupakan langkah konkret untuk mengatasi pencemaran dari sumbernya,” tutup Asep.