JAKARTA – Demi terciptanya pengelolaan sampah yang efisien, berkelanjutan dan terkelola sejak dari sumbernya, penanggungjawab kawasan komersial dan perusahaan diwajibkan untuk mengelola sampahnya secara mandiri.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, kewajiban setiap pengelola kawasan atau perusahaan mengelola sampahnya secara mandiri telah diatur dalam Pasal 12 Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah dan Pergub Nomor 102 Tahun 2021 tentang Kewajiban Pengelolaan Sampah di Kawasan dan Perusahaan.
“Kebijakan ini yang akan kami optimalkan implementasinya, sehingga alokasi APBD untuk pengelolaan sampah makin efisien dan tepat sasaran. Kawasan komersial wajib membiayai sendiri pengelolaan sampahnya dan tidak lagi membebani APBD, sehingga alokasi anggaran daerah dapat ditujukan untuk kegiatan yang lebih proritas dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat,” ungkap Asep.
Sebagai upaya untuk mengoptimalkan implementasinya, Asep Kuswanto menggagas proyek perubahan bertajuk “Peningkatan Pengelolaan Sampah di Kawasan dan Perusahaan Secara Mandiri melalui Skema Kerja Sama (Pesapa Kawan).” Gagasan ini diusung dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Angkatan VII Tahun 2025, dengan mentor Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno.
Proyek perubahan “Pesapa Kawan” mendorong kawasan dan perusahaan di Jakarta untuk lebih mandiri dalam mengelola sampahnya melalui skema kerja sama operasional dengan BLUD atau pelaku usaha jasa pengelolaan sampah swasta berizin. Proyek ini dilengkapi sistem informasi digital real-time, SOP standar, pendekatan kolaboratif lintas sektor, dan pengawasan yang ketat untuk mencegah adanya operator pengelolaan sampah nakal.
Asep menjelaskan, para pengelola kawasan dan perusahaan dapat memilih menggunakan tiga skema pengelolaan sampah dengan pembiayaan mandiri. Pertama, pengelolaan sampah dilakukan oleh jasa pengelola sampah swasta yang secara resmi memiliki izin. Kedua, melalui jasa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) UPST Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, dan ketiga menggunakan skema BLUD UPST sebagai agregator, yang nantinya menugaskan pihak swasta berizin untuk mengelola sampah di kawasan atau perusahaan tersebut.
Sampai saat ini, ungkap Asep, baru 21,6 persen pengelola kawasan komersial dan perusahaan yang sudah bekerja sama dengan jasa pengelolaan sampah swasta maupun BLUD. Jika hal tersebut tidak dioptimalkan, maka akan terus membebani APBD karena hakekatnya mereka menikmati subsidi dari Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampahnya.
Lebih lanjut Asep menerangkan, pengelola kawasan komersial dan perusahaan jika menjalankan pengelolaan sampah mandiri, bekerjasama dengan pihak swasta maupun BLUD, dapat mewujudkan pengelolaan sampah terintegrasi yang berkelanjutan.
“BLUD maupun jasa pengelolaan sampah swasta memiliki model bisnis untuk melakukan recovery material maupun energy dari sampah yang mereka kelola. Ini tentu mendukung visi Kota Jakarta sebagai kota global yang bersih, hijau, berdaya saing dan berkelanjutan,” pungkasnya.