JAKARTA — Isu lingkungan hidup selama ini kerap dipandang sebagai sesuatu yang kaku, jauh dari keseharian masyarakat urban. Namun, anggapan itu perlahan dipatahkan oleh Ade Maulana Sidik, seorang Pengawas Kebersihan dari Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Pusat. Dengan pendekatan yang tak biasa, Ade mengawinkan isu pelestarian lingkungan dengan seni budaya. Tujuannya sederhana: agar pesan-pesan ekologis bisa lebih mudah dicerna dan dihayati warga.
“Gerakan peduli lingkungan tidak bisa berdiri sendiri. Harus dibarengi dengan kegiatan yang menyenangkan agar bisa berkelanjutan,” ujarnya.
Dari Bank Sampah ke Panggung Teater
Sejak 2019, Ade aktif mendampingi berbagai program lingkungan di RW 06, Kebon Melati, Tanah Abang. Bersama Bidang Pengelolaan Sampah Rukun Warga (BPS RW), ia mendorong pengembangan bank sampah, pelatihan pembuatan kompos dan eco enzyme, budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF), hingga urban farming.
Namun, dari semua itu, Ade merasa masih ada jarak antara program dan partisipasi warga. Banyak inisiatif berhenti di tataran sosialisasi tanpa keterlibatan nyata. Dari situlah ia mulai mencari cara baru: menyisipkan pesan lingkungan ke dalam karya seni.
Warga—terutama anak-anak muda—diajak mengekspresikan isu-isu lingkungan lewat medium film, teater, hingga komik. Hasilnya tak main-main. Kaum muda yang semula pasif kini mulai ambil peran, merasa ruang kreativitas mereka terwadahi.
“Seni adalah bahasa universal. Lewat film, teater, atau komik, pesan lingkungan jadi lebih mudah dipahami oleh semua kalangan,” kata Ade.
Lahirnya Kampung Sinema
Pada 2023, Ade menginisiasi langkah awal dengan membuat video dokumenter bertajuk Balada Video Proklim. Video itu dibuat untuk mendukung verifikasi Kampung ProKlim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Responnya positif. Maka, di tahun yang sama, warga mulai memproduksi film pendek pertamanya.
Dua tahun berselang, kawasan itu kini telah memproduksi banyak film warga dan resmi membranding dirinya sebagai Kampung Sinema—kawasan pertama di Jakarta yang mengembangkan program film berbasis partisipasi warga.
Sebagai Ketua Kampung Sinema, Ade mendorong keterlibatan lintas usia. Warga tak hanya memilah sampah dan membuat kompos, tapi juga belajar menulis skenario, menyutradarai, hingga mengedit video. Proses kreatif ini terpusat di Pojok Kreatif Bonti, sebuah ruang belajar warga yang menjadi jantung kegiatan.
Salah satu karya yang lahir dari kolaborasi itu adalah komik digital berjudul Rojali & Cerite Tanah Betawi, yang kini bisa dibaca di platform Webtoon. Komik ini menggabungkan kearifan lokal Betawi dengan isu lingkungan urban secara jenaka dan edukatif.
Lenong, Bodoran, dan Sungai yang Dirawat
RW 06 Kebon Melati juga getol menyuarakan pesan lingkungan lewat pentas seni. Pada Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2025, kelompok Teater Bonti 06 bersama anak-anak Saka Kalpataru menampilkan pertunjukan Lenong bertema pengelolaan sampah.
Penampilan mereka kembali mencuri perhatian dalam Festival Parade Perahu Cinta Lingkungan (Cilung) 2025. Di sana, Ade sendiri tampil sebagai pemain dan sutradara pertunjukan bodoran Betawi yang mengangkat pentingnya merawat sungai. Para lakon bersahut-sahutan menyampaikan pesan: pilah sampah dari rumah, jangan buang ke sungai, dan jaga jantung kota agar tetap hidup.
Dari Panggung Kampung ke Panggung Dunia
Transformasi RW 06 Kebon Melati bukan hanya soal seni, tapi juga perubahan sosial. Warga yang dulu enggan terlibat dalam program lingkungan kini aktif karena merasa memiliki panggung yang bermakna. Anak-anak muda yang sebelumnya hanya nongkrong kini menulis naskah, memegang kamera, bahkan menjadi aktor.
“Kesadaran lingkungan itu tumbuh, bukan karena ceramah, tapi lewat aktivitas yang menyenangkan,” ujar Ade.
Tak heran, kiprah Ade mulai diakui luas. Ia telah menerima berbagai penghargaan dari komunitas film dan lingkungan, serta menjadi narasumber dalam berbagai forum. Pada November 2024, ia mewakili Indonesia dalam diskusi film bertema lingkungan di ajang Indonesian Film Festival (IFF) di Cape Town, Afrika Selatan—sekaligus memperingati 30 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Afrika Selatan.
Digitalisasi Edukasi Lingkungan
Selain membangun Kampung Sinema, Ade juga aktif dalam program pemberdayaan berbasis digital. Bersama Tim Penggerak PKK Jakarta Pusat, ia mencetuskan Mobile PIK Kramat—platform daring untuk edukasi pola asuh anak dan remaja serta isu lingkungan lainnya.
Bersama TP PKK, Ade juga turut memproduksi video edukasi stunting dalam format komedi. Video ini sukses membawa Jakarta Pusat meraih Juara 1 Nasional dalam lomba vlog edukasi. Tak hanya itu, ia juga aktif mengadakan pelatihan daur ulang kertas, urban farming, teknologi digital, hingga manajemen organisasi warga.
Film tentang TBC dan Kesehatan Lingkungan
Pada awal September 2025, Wakil Gubernur DKI Jakarta H. Rano Karno mengunjungi Kampung Sinema. Kunjungan ini merupakan tindak lanjut diskusi di Balai Kota mengenai potensi film sebagai media edukasi kesehatan. Rano menantang warga Kampung Sinema untuk membuat film tentang Tuberkulosis (TBC).
Tantangan itu disambut antusias. Saat ini, proses persiapan film bertema TBC berjudul Kabar Hari Ini: Kita Bisa Mati Pelan-Pelan tengah berlangsung. Film ini rencananya mulai syuting Oktober 2025 dengan menggandeng Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) sebagai mitra kerja.
Jakarta yang Bersih dan Berbudaya
Bagi Ade Maulana Sidik, mimpi itu sederhana namun menyentuh akar: Jakarta yang bersih, sehat, dan kaya budaya. Ia percaya, seni dan lingkungan adalah dua sisi dari mata uang yang sama.
“Budaya mengajarkan kita untuk menjaga lingkungan dengan arif. Dengan merawat budaya, kita juga belajar memperlakukan alam dengan bijak,” ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengapresiasi kiprah Ade. “Kami perlu mencetak lebih banyak ‘Ade-Ade’ lainnya—sosok petugas lapangan yang telaten mendampingi warga bertransformasi menjadi masyarakat peduli lingkungan dan berbudaya.”