JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), meningkatkan pembinaan bagi pelaku usaha kuliner skala kecil agar lebih ramah lingkungan. Usaha yang wajib memiliki Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL) menjadi fokus utama dalam upaya kolaboratif yang melibatkan pelaku usaha, akademisi, serta pemerintah pusat dan daerah, kecamatan hingga tingkat kelurahan.
Berdasarkan kajian inventarisasi DLH tahun 2024, teridentifikasi 7.888 sumber pencemar di sepanjang Sungai Ciliwung, dengan kontributor terbesar berasal dari usaha kuliner skala SPPL. Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menegaskan, "Pertumbuhan ekonomi Jakarta harus berjalan beriringan dengan keberlanjutan lingkungan. Setiap usaha, termasuk kuliner skala SPPL, wajib beroperasi dengan menjaga kualitas lingkungan untuk mewujudkan Jakarta yang sehat, bersih, dan berdaya saing global."
Kondisi ini diperkuat oleh pernyataan peneliti LEMTEK UI, Mochamad Adhiraga Pratama. Ia menjelaskan bahwa sungai-sungai di Jakarta, seperti Ciliwung, Cipinang, Sunter, Cideng, dan Grogol, sudah masuk kategori tercemar berat. "Sumber pencemar utamanya adalah greywater domestik yang tidak terolah, yang hingga 95% berasal dari UMKM seperti rumah makan, laundry, serta pabrik tahu dan tempe. Mayoritas limbahnya dialirkan langsung ke drainase atau sungai tanpa melalui pengolahan," jelas Adhiraga.
Menyikapi tantangan ini, Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Selatan, Muhlisin, menekankan pentingnya menyeimbangkan antara roda ekonomi dan praktik ramah lingkungan. "Kami ingin kuliner di Jakarta Selatan menjadi contoh bagaimana bisnis bisa berkembang sambil menjaga kelestarian alam. Langkah-langkah kecil seperti mengelola limbah cair, mengurangi sampah makanan, dan efisiensi energi dapat menciptakan dampak yang nyata," ujarnya.
Nesti Cahyani, Pengendali Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, menegaskan peran krusial SPPL sebagai instrumen utama untuk memastikan usaha kecil tetap lestari. "SPPL mewajibkan pelaku usaha menyatakan kesanggupan mengelola limbah cair, sampah, emisi, dan dampak lainnya. Pendekatan ini membuktikan bahwa kepatuhan lingkungan tidaklah rumit dan justru dapat mendukung pemberdayaan ekonomi lokal," paparnya.
Di sisi penegakan hukum, Kepala Bidang PPNS Satpol PP DKI Jakarta, R.M. Tamo P. Sijabat, memperingatkan bahwa sanksi tegas akan diterapkan bagi pelaku usaha yang melanggar. Sanksi tersebut mulai dari penghentian sementara operasi, penyitaan alat, hingga pembongkaran. "Pelanggaran terhadap ketentuan SPPL juga dapat dikenai denda sesuai aturan daerah terkait pengelolaan lingkungan yang berlaku di DKI Jakarta," tegas Tamo.
Webinar yang menargetkan lebih dari 500 pelaku usaha kuliner skala SPPL di Jakarta Selatan ini merupakan bagian dari program pembinaan *ECO Act (Education, Collaboration, Action)*. Program yang diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup ini menyediakan diseminasi peraturan, bimbingan teknis, dan konsultasi untuk membantu usaha menerapkan praktik ramah lingkungan secara berkelanjutan.
"ECO Act adalah pintu masuk untuk membangun ekosistem usaha kuliner yang tidak hanya produktif, tetapi juga berkelanjutan. Jakarta hanya bisa menjadi bersih, sehat, dan layak huni jika kita bergerak bersama," tutup Asep Kuswanto.