JAKARTA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta akan menggelar simulasi penanggulangan busa di Pintu Air Wier 3, Banjir Kanal Timur (BKT), Rabu, 13 Agustus 2025. Kegiatan ini melibatkan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) lintas sektor guna memastikan respons cepat dan efektif jika busa kembali muncul di lokasi tersebut.
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan bahwa simulasi ini merupakan langkah konkret dalam penanggulangan pencemaran jangka pendek sebagai bagian dari program pemulihan air sungai dalam jangka panjang. Ia menyebut, kadar pencemar di kawasan tersebut sudah melampaui baku mutu lingkungan.
“DLH bersama BPBD, Dinas Sumber Daya Air, serta Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan akan berkolaborasi untuk mempercepat pemulihan kualitas air sungai,” ujar Asep dalam keterangan tertulis, Sabtu, 9 Agustus 2025.
Menurut Asep, busa terbentuk akibat tingginya pencemaran organik yang ditunjukkan oleh nilai Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Selain itu, limbah rumah tangga—terutama sabun dan deterjen yang mengandung surfaktan sintetis—menjadi penyebab utama.
“Kondisi turbulen di pintu air akibat perbedaan elevasi permukaan membuat udara terjebak di dalam air, sehingga memperbanyak dan mempertahankan busa,” jelasnya.
Dalam simulasi tersebut, tim akan menggunakan semprotan nozzle yang mencampurkan air dengan cairan microorganisme pengurai surfactant, seperti EM4, yang lebih biodegradable guna mempercepat pemecahan busa. DLH juga akan memasang jaring terapung untuk melokalisasi penyebarannya. Sejumlah perahu karet bermotor akan disiagakan di dalam dan luar area jaring untuk mendukung mobilitas petugas di lapangan.
Di luar penanganan darurat, DLH menekankan pentingnya pencegahan jangka panjang. Salah satunya melalui penertiban pelaku usaha yang diwajibkan memiliki Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL)—dokumen wajib bagi usaha berskala kecil, dengan luas lahan terbangun di bawah 1 hektare atau bangunan di bawah 5.000 meter persegi.
Asep mengingatkan, pelanggaran terhadap pengelolaan lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dengan ancaman kurungan 10 hingga 90 hari atau denda antara Rp 100 ribu hingga Rp 30 juta. Selain itu, sesuai Peraturan Gubernur Nomor 122 Tahun 2005 tentang Air Limbah Domestik, pelanggar juga dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan penyegelan bangunan.
“Tahun ini kami fokus membina usaha kategori SPPL, dimulai dari kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung sebagai pilot project penguatan pengelolaan lingkungan sejak dari hulu,” kata Asep.