DLH DKI Jakarta Kebut Aksi Penanggulangan Polusi Udara di 2024JAKARTA — Selama tahun 2023, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengungkapkan data penurunan kualitas udara yang signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut disampaikan pada “Diskusi Pemantauan Kualitas Udara 2023 dan Strategi Pengendalian Kualitas Udara Melalui Kawasan Rendah Emisi di DKI Jakarta,” Rabu (17/1). Disksusi ini diselenggarakan DLH DKI Jakarta bersama Clean Air Catalyst, yang terdiri dari WRI Indonesia dan Vital Strategies.Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menyebut hal tersebut bisa terjadi karena berbagai faktor, salah satunya rendahnya curah hujan pada periode tersebut. “Dibandingkan tahun 2022, konsentrasi PM2.5 tahun 2023 cenderung lebih tinggi terutama pada musim kemarau, dipengaruhi munculnya gejala El Nino, yang menyebabkan curah hujan rendah dalam periode lebih lama (hingga Oktober), bahkan pengaruhnya berlangsung hingga bulan Desember,” imbuhnya.Asep mengungkapkan bahwa data tersebut merupakan data tahunan yang diambil dari seluruh Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di seluruh wilayah Jakara.“Sampai 2023 Jakarta sudah memiliki 12 SPKU bertaraf reference-grade yang sudah berjalan, dan akhir tahun 2013 ditambah lagi 9 SPKU. Targetnya 25 SPKU reference-grade pada tahun 2025, itu merupakan jumlah yang ideal untuk mencover wilayah Jakarta,” ungkap Asep.Kehadiran 9 SPKU baru ini diharapkan bisa memberikan data kualitas udara yang lebih maksimal dan bisa jadikan rujukan utama semua pihak. Agar penerapannya maksimal, juga didukung dengan regulasi lain yang bisa menaikkan kualitas udara Jakarta.“Tahun 2024 ini kita akan kebut penanggulangan kualitas udara di Jakarta. Selain menambah kembali jumlah SPKU, juga menguatkan regulasi peningkatan kualitas udara, salah satunya melalui zona rendah emisi,” ujar Asep.Dalam kesempatan yang sama, Deputy Program Director Climate Change, Energy, Cities, and Ocean WRI Indonesia, Almo Pradana mengapresiasi kerja sama dengan DLH DKI Jakartabuntuk meningkatkan aksesibilitas data kualitas udara yang dapat menjadi rujukan untuk kebijakan berbasis sains. “Kita berkomitmen mendukung DLH DKI Jakarta agar terus memiliki data yang berkualitas dan bisa diakses oleh publik dan juga data-data tersebut juga bisa diterjemahkan menjadi kebijakan percontohan di Indonesia,” ungkap Almo.Ia menjelaskan, WRI Indonesia melalui inisiatif “Clean Air Catalyst” yang didukung oleh USAID memiliki tiga fokus utama dalam penanggulangan dampak buruk polusi udara, yaitu fokus pada identifikasi sumber polusi dengan tujuan membangun pemahaman bersama, termasuk masyarakat, mengenai sumber-sumber yang memengaruhi komunitas dengan dampak beragam di kota. Kedua, bersama-sama mencari strategi untuk solusi terbaik dalam pengurangan emisi di sektor yang paling mencemari. Selanjutnya, CAC berkomitmen untuk membangun koalisi strategis yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi untuk mendorong aksi pengurangan emisi demi udara yang lebih sehat.Selain itu, Clean Air Catalyst juga telah turut berkontribusi dalam menambah jumlah alat pengukuran kualitas udara reference grade di DKI pada tahun 2023 lalu.“Tambahan 3 alat pengukuran kualitas udara reference grade di 3 lokasi SPKU, termasuk di Kantor Walikota Jakarta Timur, Kantor Walikota Jakarta Barat, dan Rusun Marunda. Selain itu ada penambahan 4 sensor untuk jenis polutan black carbon pada SPKU yang sudah ada untuk mengukur pencipta jenis jenis polutan baru,” imbuh Almo.Sebagai salah satu strategi kunci pengendalian kualitas udara, dalam kerja sama dengan DLH dan mitra lainnya, Almo mengatakan, WRI Indonesia juga mendorong intervensi di sektor transportasi dengan pengembangan kawasan rendah emisi atau low emission zone (LEZ), yang sejalan dengan kebijakan pemerintah DKI Jakarta seperti tercantum di Keputusan Gubernur 576 tahun 2023 tentang Strategi Penanggulangan Polusi Udara untuk mengurangi polusi dari sumber bergerak.